top of page
K! EVENT
Recent Posts

Cedera, Salah Siapa?

“Saya yakin kami bisa ke 8 besar, jika tim tidak ditimpa badai cedera”

“Cedera pemain mengganggu persiapan kami, semoga tidak ada yang cedera lagi.”

“Kita gagal menang gara-gara pemain banyak yang cedera.”

Kutipan pernyataan di atas merupakan pemandangan umum yang selalu terjadi saat tim mengalami kegagalan atau kekalahan. Memang cedera selalu menjadi momok menakutkan bagi setiap pelatih. Banyak kerugian yang diderita klub saat pemain alami cedera. Dari mulai tingginya biaya perawatan

cedera, hingga yang terbesar adalah ketidakhadiran pemain di lapangan yang berujung pada hilangnya poin penting.

Salah satu klub besar ISL yang tidak perlu disebutkan namanya baru-baru ini alami kegagalan lolos ke 8 besar. Statistik sederhana menunjukkan di setiap momen kehilangan poin, tim selalu tidak tampil lengkap karena badai cedera. Bahkan tim ini sempat alami krisis pemain belakang dan mengakalinya dengan tempatkan striker sebagai stoper.

Lalu klub besar ISL lainnya miliki pemain kunci katakanlah Si M. Ternyata riset statistik sederhana menunjukkan tingginya ketergantungan klub pada Si M. Ia mampu mengantarkan klub ini raih banyak kemenangan. Celakanya, semua kekalahan klub terjadi di saat ia tidak berada di lapangan

karena cedera.

Sepakbola adalah permainan tim. Untuk tingkatkan kerjasama dan komunikasi antar individu, penting sekali tim selalu berlatih dan bertanding dengan pemain lengkap. Contoh di alinea atas menunjukkan bahwa ketidakhadiran pemain dalam latihan apalagi pertandingan akibat cedera merupakan kerugian besar. “Selalu berlatih dan bermain dengan tim terbaikmu!”

Bukan Nasib Sial

Pertanyaannya siapakah yang paling bertanggung jawab pada terjadinya cedera? Ada dua kategori cedera, yakni cedera kontak dan cedera non kontak. Cedera kontak ialah cedera yang terjadi akibat kontak langsung seperti benturan dan hantaman. Cedera non kontak terjadi sendiri berupa otot tertarik atau sobek akibat kelelahan. Cedera kontak sulit diantisipasi karena melibatkan eksternal. Sedang cedera non kontak bisa dihindari dengan cegah kelelahan!

Riset UEFA menyatakan bahwa mayoritas cedera yang terjadi di latihan dan pertandingan adalah cedera non kontak. Artinya, mayoritas cedera yang terjadi di sepakbola sebenarnya bisa dihindari dengan memastikan pemain yang jalani latihan dan pertandingan berada pada level kesegaran tinggi. Jauh dari kelelahan! Caranya tentu dengan mengatur periodisasi yang seimbang. Dimana ada suatu penjadwalan yang pertimbangkan keseimbangan Beban Kerja dan Istirahat. Juga keseimbangan antara volume dan intensitas. Periodisasi juga mengatur urutan latian satu sesi dengan lainnya, serta urutan dalam satu sesi itu sendiri.

Kapan berlatih berat, berlatih ringan dan tidak berlatih. Sesi mana yang harus dilakukan di hari tertentu dan sesi mana yang tidak boleh dilakukan di hari tertentu. Fakta tunjukkan kebanyakan cedera di sepakbola adalah cedera non kontak akibat kelelahan. Artinya cedera tersebut bisa diantisipasi pelatih dengan membuat periodisasi latihan yang berimbang. Tak heran, Prof Dr Jan Ekstrand dari UEFA pernah berkicau di lini masa Twitternya: “Pelatih harus bertanggung jawab pada mayoritas cedera yang terjadi,” serunya lantang.

Prof Dr Jan Ekstrand juga katakan pelatih yang anggap cedera adalah kesialan, berarti tidak miliki pengetahuan apa-apa. Ia tegaskan hal ini menyikapi banyaknya pelatih yang kerap menjadikan cedera sebagai kambing hitam dan kesialan. Padahal pelatih yang menjadikan cedera sebagai alasan, sebenarnya sedang membuka aibnya sendiri. Aib tentang ketidakmampuannya membuat periodisasi yang berimbang!

Bukan Ilmu Roket

Menurut Jan Ekstrand, persoalan terbesar pada amatirisme ini adalah ego pelatih. Dimana investasi besar-besaran klub pada sektor medis tidak diikuti oleh periodisasi pelatih yang bertanggung jawab. UEFA miliki data menarik tentang suatu klub dengan tim medis sama, tapi Head Coach yang berganti. Hasilnya meski miliki tim medis sama, ternyata angka cedera tiap Head Coach sangat berbeda. Sebaliknya Head Coach yang sama terus berganti klub dengan tim medis berbeda, ternyata tetap memiliki rataan angka cedera yang serupa. Sekali lagi ini merupakan bukti bahwa Head Coach adalah penyebab utama terjadinya mayoritas cedera. Utamanya pada kasus cedera non kontak.

Periodisasi berimbang dan pencegahan cedera sebenarnya bukanlah ilmu roket. Sebab pada dasarnya pelatih cukup menganalisa rekam jejak latihan dan pertandingan di masa lalu. Pada banyak kasus, pelatih lebih gemar menyamakan program latihan pada semua pemainnya. Padahal ada pemain yang berlibur pada Off Season, sehingga segar saat Pre Season. Ada juga pemain yang karena aktivitas timnas tidak dapat berlibur saat Pre Season.

Idealnya seorang pemain membutuhkan Off Season minimal 6 minggu dalam setahun untuk membangun kembali kesegaran akibat lelah banyak bertanding. Itu sebabnya seorang Louis Van Gaal misalnya memberi libur tambahan bagi RVP. Ia rela kehilangan RVP di game pra musim dan game perdana Liga. Demi kesegaran pemain untuk jalani kompetisi panjang.

Nah pada kasus Si M tadi, ada kejanggalan luar biasa. Setelah SEA Games 2013 di akhir Desember 2013 dengan 6 game dalam 12 hari, Si M kemudian main pada Inter Island Cup dengan 3 game dalam 4 hari di awal Januari 2014. Lalu ISL mulai pada Februari 2014 dan BANG!! Si M alami cedera

lutut di bulan tersebut.

Kebetulan atau Nasib Sial? Entah! Apapun itu, melihat jadwal Si M, Anda tidak perlu menjadi Einstein untuk tahu bahwa Si M sama sekali belum pernah berlibur (Off Season) sejak Pre-Season di akhir tahun 2012. Apakah Si M jalani musim 2014 dalam kelelahan? Sudah pasti!

Tanggung Jawab

Praktek amatirisme dalam sepakbola seperti ini jelas harus dihentikan. Caranya adalah setiap praktisi di sepakbola harus mengambil cermin besar dan berkaca. Alih-alih terus menjadikan cedera sebagai faktor eksternal dan berbudaya kambing hitam, kita harus berani bertanggung jawab sambil terus

lakukan instrospeksi diri.

Kita bisa belajar dari pelatih dunia yang ketimbang mencari alasan dan kambing hitam sebagai alibi atas inkompetensinya, justru mengambil tanggung jawab penuh. Louis Van Gaal adalah salah satunya. Di pra musim perdananya, LVG “sukses” membuat 9 pemain MU cedera. Ketika ditanya tentang hal tersebut, LVG dengan jantan menjawab, “Saya tidak cuma mengevaluasi pemain, tetapi juga mengevaluasi diri saya dan program saya sendiri!” Ia lalu menajamkannya lagi, “Saat banyak cedera terjadi, banyak hal yang harus saya perbaiki dari program latihan!”

Tanggung jawab penuh juga diambil oleh Roberto Martinez, pembesut Everton. Sebagai pelatih yang memiliki gelar di bidang fisioterapi, ia sangat peduli dengan permasalahan periodisasi latihan dan cedera. Menurutnya seluruh cedera soft tissue selalu dapat dihindari. “Saya percaya bila pemain alami cedera soft tissue, pasti ada yang salah dengan program latihan yang kami lakukan,” tuturnya. Ayo wujudkan sepakbola bebas cedera!!

@ganeshaputera

bottom of page