top of page
K! EVENT
Recent Posts

[Analisa FC UNY vs Timnas U19]  Mengintip Wajah Baru Garuda Muda


Penggawa Timnas Indonesia U-19 melakukan pertandingan persahabatan melawan FC UNY, pada Selasa (16/08/16). Uji coba ini dilakukan sebagai persiapan jelang Piala AFF U-19 2016 pada 11-24 September di Hanoi, Vietnam. Jika selama ini publik sepak bola Tanah Air dibuat terkesima dengan gaya bermain Tim Garuda Muda ala Indra Sjafri. Kini Timnas U-19 berevolusi di tangan pelatih gres, Eduard Tjong.

Banyak perbedaan mencolok. Beberapa bersifat positif, namun beberapa lainnya masih memerlukan perbaikan. Pastinya, kedua pelatih punya gaya berbeda dalam hal meracik strategi bermain.

Eduard Tjong memulai pertandingan dengan menurunkan skuatnya dalam formasi 1-4-2-3-1/1-4-4-2. Struktur posisi yang digunakan (baik ketika menguasai bola ataupun tidak) tidak berubah secara signifikan dari formasi dasar. Namun terlepas dari itu, mereka sanggup memberikan sejumlah problem bagi lawannya.

Pressing dengan Orientasi terhadap Pemain Lawan

Ketika penjaga gawang FC UNY hendak memulai permainan, para pemain Timnas U-19 dengan cepat membentuk blok dengan struktur 1-4-4-2 atau 1-4-2-2-2.

Mereka memosisikan diri mereka (terutama enam pemain terdepan) di antara pemain lawan yang terdekat dengan zona di mana mereka berdiri. Dengan demikian mereka dapat segera mengakses lawan terdekatnya ketika melakukan pergeseran untuk menutup ruang progresi bola lawannya.

Mereka mengosongkan area sisi lapangan, dengan tujuan untuk memaksa lawan melakukan progresi melalui area yang berbatasan dengan garis pinggir (terutama melaluifullback). Begitu lawannya mengalirkan bola ke area tersebut, mereka akan segera menaikkan intensitas tekanan terhadap pembawa bola.

Beberapa variasi pergerakan untuk melakukan progresi dari satu sisi (terutama kanan) dicoba oleh lawannya, FC UNY. Berulangkali FC UNY mencoba menggunakan gelandang tengah dan sayap yang melakukan rotasi posisi untuk mengakali orientasi man-to-man ini.

Namun, intensitas yang diperagakan Timnas Indonesia U-19 sangatlah baik, sehingga setiap kali pemain-pemain FC UNY yang berada di struktur teratas menerima bola (setelah bergerak turun lebih dalam), mereka tidak memiliki waktu untuk segera menyesuaikan sudut posisi badannya.

Intensitas yang sama juga masih ditunjukkan oleh penggawa Tim Merah-Putih Junior, setelah pemain-pemain FC UNY memutuskan untuk melakukan relokasi bola dengan melibatkan penjaga gawang ketika melakukan build-up. Namun, intensitas ini tidak diikuti dengan pergeseran yang terkoordinasi dengan baik.

Fullback kiri FC UNY dapat dengan leluasa memosisikan dirinya bebas dari pengawalan, sehingga membuatnya tersedia sebagai outlet untuk keluar dari pressing timnas U-19. Hanya saja Timnas U-19 sedikit terbantu dengan ukuran lapangan di Stadion UNY yang sedikit lebih kecil dari ukuran normal.

Sehingga meskipun mereka tidak terkoordinasi dengan baik, akan tetapi mereka dapat segera berada di zona yang tepat untuk menutup progresi selanjutnya. Beberapa sentuhan yang buruk dari fullback sisi kiri FC UNY juga membantu mereka untuk segera mengaplikasikan pressure.

Selain itu rotasi posisi yang tidak berjalan dengan baik oleh pemain-pemain di area kanan juga mempermudah Timnas U-19 untuk mengisolasi fullback kiri FC UNY yang berada di area sentral. Setelah terjadi relokasi bola (saat build-up) gelandang kanan FC UNY berusaha kembali ke posisinya di area yang lebih tinggi.

Tetapi, hal ini sering tidak dibarengi oleh pergerakan fullback kanan FC UNY ke area sentral, untuk mempertahankan koneksi untuk mensirkulasikan bola. Terkadang jugafullback kanan ini salah dalam memosisikan dirinya di area sentral.

Beberapa improvisasi dilakukan oleh FC UNY untuk mengatasi hal ini. Salah satunya dengan penyerang tengah mereka yang bergerak turun jauh hingga ke area sentral untuk memberikan koneksi. Pergerakan ini juga memanfaatkan buruknya koordinasi pergeseran blok struktural Tim Garuda Muda, di mana jarak antar pemain dalam blok mereka cukup longgar.

Dalam beberapa kesempatan hal ini mampu membuat FC UNY keluar dari tekanan dan mengalirkan bola ke depan. Hanya saja beberapa keputusan buruk membuat usaha ini sia-sia. Koneksi yang terputus saat build-up

1-4-2-4 Saat Menyerang

Ketika melakukan konstruksi serangan dari bawah, anak asuh Eduard Tjong membentuk struktur 1-4-2-4 dengan posisi fullback mereka yang cukup rendah. Posisi rendah oleh fullback mereka ini sangat membantu dalam menstabilkan sirkulasi bola di lini pertama. Hanya saja sirkulasi yang stabil ini tidak dibarengi dengan koneksi yang baik untuk mendukung progresi bola. Hanya terdapat dua pemain tengah membuat FC UNY dapat dengan mudah mengontrol jalur operan ke area sentral dan memutus koneksi build-up Timnas Indonesia U-19.

Untung saja, tekanan FC UNY tidak terkoordinasi dengan baik. Terutama oleh gelandang dan sayap yang berada di ruang dekat bola. Keduanya sering bergerak naik bersamaan ketika melakukan pergeseran blok struktural, di mana ruang progresi bola masih belum sepenuhnya dikontrol dengan stabil. Hal ini menyebabkan terbukanya ruang di belakang mereka yang dapat dieksploitasi oleh timnas u-19 dengan sebuah pola yang sangat sederhana.

Salah satu dari empat pemain terdepan yang berada di ruang dekat bola, akan bergerak turun untuk menerima operan vertikal dari empat pemain di lini pertama. Pergerakan ini memiliki dua konsekuensi bagi FC UNY.

Pertama, jika mereka berusaha mengikuti pemain yang bergerak turun ini maka mereka akan keluar dari posisinya. Kedua, jika mereka tetap berdiri mempertahankan posisinya maka pemain yang menerima bola dapat meyesuaikan sudut tubuhnya dengan mudah dan menghadap ke depan untuk meneruskan progresi selanjutnya.

FC UNY Ambil Alih Lini Tengah

Setelah pertandingan berjalan kurang lebih 30 menit, FC UNY melakukan perubahan besar. Mereka memainkan 1-3-1-4-1-1 atau 1-3-1-4-2 dengan risiko terjadi 3 Vs 4 di lini belakang ketika mereka tidak menguasai bola. Mereka cukup berhasil mengontrol area sentral yang lebih krusial, sehingga mampu mencegah timnas u-19 melakukan progresi melalui area sentral.

Area yang sebelumnya dapat digunakan oleh Timnas U-19 untuk keluar dari tekanan, kali ini tidak lagi tersedia. Adanya pemain ekstra di area sentral membuat blok FC UNY menjadi lebih stabil, terutama ketika melakukan pergeseran berdasarkan posisi bola.

Untuk dapat mempertahankan akses terhadap bola, sayap yang berada di area dekat bola akan bergerak naik. Sementara itu, sayap di sisi jauh akan bergerak turun lebih dalam, sehingga risiko terjadinya 3 Vs 4 di lini belakang dapat diantisipasi.

PR untuk Eduard Tjong

Timnas Indonesia U-19 menunjukkan bahwa mereka mampu bermain dengan intensitas yang sangat baik dengan eksekusi teknis (secara individu) yang tetap terjaga dengan baik. Meski demikian banyak terdapat kelemahan taktikal yang perlu segera diperbaiki.

Mengingat kualitas lawan di Piala AFF 2016 nanti jauh lebih baik dari pada FC UNY. Saat bertahan, Timnas Indonesia U-19 berusaha memainkan pressing tinggi yang cenderung man oriented. Jika itu yang diinginkan, maka kedisiplinan 1 Vs 1 pemain perlu ditingkatkan.

Jika sebenarnya Eduard Tjong menginginkan pertahanan zona, maka timnas memiliki banyak pekerjaan rumah. Mengingat di duel uji coba versus FC UNY, pemain Timnas U-19 dengan mudah meninggalkan areanya akibat rotasi lawan. Saat menyerang, efektivitas format 1-4-2-4 masih menjadi tanda tanya.

Logikanya 1-4-2-4 membuat Timnas U-19 mainkan vertical play dengan manfaatkan 4 Vs 4 di depan. Konsekuensinya adalah sepakbola tempo tinggi yang menimbulkan banyak transisi. Proses transisi juga menguras fisik, mengingat pemain harus berlari menempuh jarak cukup jauh.

Padahal, saat pertandingan uji coba melawan FC UNY, terlihat timnas hanya mampu memelihara permainan tempo tinggi sekitar 25 menit saja. Andai saja Eduard Tjong ingin melakukan patience build-up secara konstruktif, maka format 1-4-2-4 perlu ditinggalkan.

Keberadaan dua gelandang tengah Tim Garuda Muda terlalu statis, menutup jalur langsung dari kedua stoper. Lalu keberadaan dua fullback juga terlalu rendah. Ini membuat Timnas Indonesia selalu memainkan sistem bola panjang tanpa arah. Ada baiknya, misal Eduard Tjong menaikkan kedua fullback dan salah satu gelandang tengahnya. Lalu menurunkan salah satu strikernya untuk koneksi ke depan.

Dengan begitu timnas akan bermain dengan format 1-2-3-2-3 yang posisionalnya lebih stabil. Segitiga dan belah ketupat terjadi di setiap penjuru lapangan. Memudahkan tim memainkan passing game. Timnas juga bisa melakukan relokasi bola dari satu sisi ke sisi lain tanpa harus melakukan passing jauh ke belakang. Gelandang dan fullback dapat menjadi outlet untuk relokasi bola tersebut.

Selamat berjuang Timnas Indonesia U-19!

@novalaziz

Peneliti Taktik KickOff! Indonesia

Pemilik blog tigaempattiga.wordpress.com

*tulisan dimuat di bola.com

bottom of page