top of page
K! EVENT
Recent Posts

Belajar Melatih Sepakbola di Mancanegara

“Berburu ilmu hingga ke negeri China”

“Banyak jalan menuju ke Roma”

Sejak masuk bangku kuliah di Universitas Islam Negeri Jakarta, saya tak pernah membayangkan harus menerima kenyataan untuk meninggalkan sepakbola. Olahraga yang telah saya cintai sejak kecil ini adalah energy hidup. Sejak masuk SSB saat kelas 5 SD, nyaris seluruh hidup saya dedikasikan untuk berlatih dan mempelajari sepakbola. Akan tetapi bayangan harus meninggalkan sepakbola karena kesibukkan kuliah dan bekerja sebagai guru sekolah nanti begitu mengerikan. Hati nurani saya mulai berteriak, “TIDAK!”. Saya harus hidup dari dan untuk sepakbola!

Sejak 2009 saya membagi waktu antara jadwal kuliah dan melatih di sekolah sepakbola. Maklum, saya tidak bisa meneruskan impian saya bermain sepakbola. Pengalaman sepakbola di level junior menjadi pemain Timnas U17 ternyata gagal membawa saya ke puncak karir sepakbola professional. Nah, satu-satunya jalan untuk tetap berada di dunia yang saya cintai ini adalah menjadi pelatih.

Saya memulainya dari melatih salah satu SSB. Pada suatu waktu, saya melihat jargon dari salah satu negara sepakbola berkembang yaitu "BETTER COACH, BETTER PLAYER, BETTER FOOTBALL" . Jargon ini menggugah saya untuk menjadi pelatih yang lebih baik. Dari situ saya mulai bertanya dan mencari tahu soal kursus kepelatihan. Saya ikut lisensi D nasional PSSI tahun 2012. Ketika itu meski menjadi peserta termuda (22 tahun), saya sangat antusias dan bersemangat. Alhamdulillah saya lulus dengan nilai yang cukup bagus.

Sukses Itu Mahal

Pasca D License, saya terus belajar melatih di SSB. Setelah merasa mapan dengan pengalaman, saya tertantang untuk mengikuti kursus C AFC. Masalahnya kursus C AFC sangat jarang diadakan di Indonesia. Pelatih-pelatih senior saya yang mantan pemain top dan berkiprah di liga pun banyak masih antri untuk ikut C AFC. Logikanya, mereka telah banyak berjasa untuk sepakbola nasional, pasti layak didahulukan. Lha, saya ini siapa? Belum bikin apa-apa untuk sepakbola kok mau kursusnya diduhulukan. Wajar saja!

Untungnya saya ini sedikit Edan! Dari info para mentor, saya mendengar kabar bahwa di negara tetangga, kursus kepelatihan sering kekurangan peserta. Maklum penduduk mereka sedikit dan kursusnya sering banget. Dengan usaha keras dan semesta mendukung, saya nekad untuk pergi ke Malaysia.

Saya mesti menjual laptop kesayangan saya untuk modal pergi ke Malaysia. Itupun cuma cukup untuk beli tiket pesawat dan uang pegangan sekedarnya. Saya ke Malaysia bukan untuk kursus, tapi bertanya informasi soal kursus. Catat, sekedar mengumpulkan informasi. Saya datang seorang diri ke kantor AFC di Kuala Lumpur untuk mencari info. Lalu saya disarankan ke kantor FAM di kota yang sama.

Nah di Wisma FAM ini saya mengalami derita. Tak kenal siapa-siapa, saya nekad blusukan di kantor FAM. Modal saya cuma satu saat itu: berani nanya! Mungkin karena saya bukan orang yang pandai bertanya cari informasi, butuh waktu 3 hari untuk akhirnya bisa bertemu dengan orang yang tepat. Sebelum ketemu orang yang tepat di Departemen Jurulatih, saya harus menginap di selasar kantor FAM selama 3 malam. Untuk menyewa hotel, uang saya tidak cukup. Untuk makan nasi kandar ala kadarnya saja sangat pas-pasan.

Tuhan menjawab doa saya. Akhirnya saya bertemu Encik Gopal Khrisnan, salah satu instruktur senior yang bertanggung jawab mengurusi kursus jurulatih di Malaysia. Dalam benak saya: “bisa juga nih kursus C AFC di Malaysia!”. Sayangnya itu hanya isapan jempol belaka. “Kursus kami penuh sampai setahun ke depan,” kata Gopal tegas. “Alamaak, sia-sia semua” batin saya. Akhirnya saya pun harus pulang ke tanah air dengan tangan kosong.

Setiap pertemuan adalah awal dari silaturahmi. Meski gagal mengikuti kursus, saya terus menjalin silaturahmi dengan Gopal dan beberapa kawan baru di FAM. Akhirnya pucuk dicinta ulam tiba. Dari Gopal, saya mendapatkan informasi tentang ketersediaan tempat kursus di Brunei. Gopal pun dengan baik hati merekomendasikan saya ke koleganya di Brunei. Urus punya urus akhirnya saya pun diterima untuk ikut C AFC di Brunei. Yes!

Pengalaman baru, tantangan baru, teman baru. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling berharga. Tapi bedanya pengalaman ini saya dapat tidak mudah. Dua tahun sebelumnya, saya mesti rajin 2 kali seminggu datang ke lembaga kursus bahasa inggris. Biayanya cukup menguras dompet juga ketika itu. Saya harus menabung setiap bulan dari hasil melatih di ssb dan beberapa sekolah untuk menutup biaya kursus bahasa.

Banyak yang mencemooh saya banyak gaya saat kursus bahasa Inggris. Apalagi saat saya mulai sok-sokan ngomong atau bikin status medsos bahasa Inggris. Padahal bukannya sok, tapi itu kan hitung-hitung latihan. Maklum di lingkungan saya orang betawi, biasanya ogah pusing, bahasa yang ada aje dilempengin ampe serius dan jadi bener. Tapi kalo saya beda cing! Tidak ada kata terlambat untuk belajar.

Tantangan lainnya adalah waktu pelaksanaan kursus di Brunei adalah dua minggu setelah pernikahan saya. Dengan berat hati, saya harus meninggalkan istri. Bukan apa-apa, harusnya kami berbulan madu. Terpaksa rencana untuk pergi ke suatu tempat romantis demi merayakan bersatunya kami harus dibatalkan. Bahkan alih-alih untuk bulan madu, dananya malah saya pakai ke Brunei, untuk pagi-siang-sore berpanasan ikut kursus pelatih sepakbola.

Tiba di brunei saya harus mencari akomodasi dan tempat makan yang murah meriah sesuai kantong saya. Sebagai info, kursus pelatih di Brunei tidak seperti di Indonesia yang biasanya disediakan mess dan makan lengkap all in dengan biaya pendaftaran. Perburuan penginapan dan tempat makan ini sendiri adalah tantangan yang mengasyikkan. Sayapun sedikit banyak mulai hafal dengan kota Bandar Seri Begawan. Akhir cerita, saya bisa ikuti C AFC dengan baik dan lulus memuaskan.

Ayo Kursus di Luar Negeri

Puas dengan C AFC license? TIDAK! Bagi saya hobi terindah dalam hidup adalah belajar. Tahun 2016 pasca PSSI lepas dari hukuman FIFA, saya kembali mencari informasi kursus B AFC. Saya punya impian bisa mendapatkan lisensi kepelatihan hingga Pro License, lisensi tertinggi di benua Eropa dan Asia. Biar tambah seru, saya ingin melakukan semua di negara yang berbeda. Biar makin banyak negara yang dikunjungi dong!

Permohonan kursus saya ajukan ke beberapa negara Asia seperti Vietnam, Myanmar, Philipina, hingga Maladewa. Semuanya mentok! Alasannya, slot sudah dipenuhi oleh peserta local. Saya tidak ambil pusing, coba saja terus. Dalam hidup ini sederhana, kalau tidak diterima, ya ditolak. Nah, kalau ditolak, ya coba lagi. Gampang kan!

Mungkin belum ditakdirkan untuk kursus sepakbola jauh-jauh, akhirnya saya dapat penerimaan untuk mengikuti B AFC di Kota Kinabalu, Malaysia pada bulan November 2016. Saya termasuk beruntung, karena masih menggunakan format lama. Dimana kursus selesai langsung dalam tiga minggu. Saat ini di banyak negara, kursus AFC biasanya dibagi menjadi 3-4 bagian. Jadi pelatih belajar seminggu, lalu kembali ke klub, baru kembali kursus lagi setelah beberapa bulan kemudian. Format lama ini cocok untuk pelatih yang ingin irit seperti saya!

Di akhir tulisan ini, saya hanya ingin menginspirasi rekan-rekan pelatih di Indonesia untuk jangan pernah menjadi korban dari keadaan. Mari bekerja keras untuk mengubah keadaan. Tuntutlah ilmu hingga ke Negeri Cina yang artinya belajarlah kemana saja. Sampai ke ujung dunia manapun. Ingat, banyak jalan menuju ke Roma yang artinya selalu ada jalan untuk mereka yang mau bekerja keras. Terakhir saya cuma mau bilang: “Buka cakrawalamu, Ayo ikut kursus kepelatihan di luar negeri!”

@Yoyoo_21*

Pelatih Kandidat AFC B License.

*Yusup Prasetyo merupakan pemilik SSB South Tangerang City. Kini sedang mengikuti kursus AFC B License di Malaysia. Sibuk melatih sepakbola usia muda di SSB dan beberapa ekstrakurikuler sekolah. Ia juga telah sukses menginspirasi banyak pelatih muda Tangerang Selatan lainnya untuk kursus C AFC di Malaysia atau Brunei. Silakan kontak beliau di yoyo.mitra@gmail.com

bottom of page