top of page
K! EVENT
Recent Posts

Membedah Cara Menyerang Pep

Ruang Misterius Guardiola, Cara Memanfaatkannya dan Desain Latihannya

Pep Guardiola adalah salah satu pelatih yang tidak hanya sukses mengoleksi trofi, namun juga mengoleksi pujian dari sesama pelatih lainnya. Tim-tim yang dilatihnya selalu menunjukkan kemampuan yang terkordinasi dengan baik dalam membongkar pertahanan lawan.

Beradasarkan data yang dihimpun dari situs transfermarkt.com tim yang dilatihnya memiliki rataan gol per pertandingan di atas 2,5. Bahkan di timnya saat ini, Manchester City, rataan gol per pertandingannya lebih tinggi (2,61) dibandingkan tim-tim yang dia latih sebelumnya. Fakta ini tentunya menarik mengingat tim yang dilatihnya kerap menghadapi lawan yang menerapkan pertahanan dengan garis yang berada di dekat kotak penalti. Bagaimana cara menyerang yang dia terapkan ketika menghadapi tim-tim tersebut? Bagaimana pula cara untuk melatihkannya?

Tulisan ini menggunakan metode reverse engineering, yaitu proses dekonstruksi dari sebuah sistem yang telah berjalan (dalam hal ini cara menyerang Manchester City) untuk menemukan bagaimana proses untuk mendapatkannya (prinsip bermain dan desain latihannya).

Ruang misterius

Dalam sebuah wawancara dengan GOL yang diunggah di situs canofootball.com dirinya menyatakan, “jika kita bermain dengan winger yang (memposisikan dirinya) tinggi dan lebar pada masing-masing sisi lapangan, dipastikan terdapat beberapa area yang tidak bisa dipertahankan lawan, apapun sistemnya.” Lebih lanjut dirinya mengatakan, “… mereka para winger yang memulai dari posisi lebar dan kemudian menyerang ke dalam, adalah favoritku. Jangan bermain sendiri ke ujung lapangan. Itu semacam melihat Messi dan Jordi Alba saat ini, Messi memulai dari kelebaran, membawa bola masuk dan memberikannya ke Alba yang datang secara diagonal. Hal itu sangat sulit untuk dilawan. Sangat sulit!”

Dari kutipan wawancara di atas, terdapat beberapa interpretasi. Pertama, dirinya menginginkan winger yang memulai posisinya dari sisi lapangan lalu bergerak ke dalam. Mengenai bagaimana bergerak ke dalam ini terdapat dua cara, yaitu dengan bola (dribble) atau pergerakan tanpa bola.

Kedua, mengenai area yang sulit untuk dijaga. Di manakah area yang dimaksud tersebut? Dalam wawancara tersebut, Guardiola merahasiakan hal ini. Namun kita dapat mengasosiasikannya dengan pergerakan winger dari luar ke dalam ini.

Ketika seorang winger menerima bola di sisi lapangan, maka pemain lawan yang akan bereaksi untuk memberikan tekanan adalah fullback (dengan asumsi bahwa winger menerima bola di ketinggian yang lebih dekat dengan lini belakang lawan). Keluarnya fullback untuk memberikan tekanan terhadap winger yang membawa bola ini memiliki beberapa konsekuensi terhadap lini belakang.

Pertama, terciptanya celah di antara fullback dan centerback, yang berimbas pula pada terciptanya ruang di belakang fullback yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan run-in-behind. Kedua, jika centerback terdekat memutuskan untuk memberikan cover sekaligus menjaga ruang di belakang fullback, maka pemain bertahan di dalam kotak penalti akan berkurang satu. Situasi ini berbahaya untuk mengantisipasi umpan silang. Ketiga, jika gelandang yang memutuskan untuk memberikan cover terhadap ruang yang ditinggalkan fullback, maka area tengah di depan lini belakang akan kekurangan satu pemain. Situasi ini berbahaya ketika winger lawan dapat melakukan dribble ke area tengah.

Reaksi domino ini dipicu oleh munculnya celah di antara fullback dan centerback dan ruang di belakang fullback. Maka dapat diasumsikan bahwa mungkin ruang inilah yang dimaksud oleh Guardiola. Untuk memastikan hal tersebut, berikut ini terdapat analisis bagaimana Manchester City memanfaatkan situasi-situasi ketika winger mereka mendapat bola di sisi lapangan.

Gambar di atas merupakan gambaran statis dari struktur posisi pemain-pemain Manchester City saat menyerang di area sepertiga akhir. Dalam struktur tersebut terdapat sejumlah prinsip-prinsip bermain yang mendasarinya yang digunakan oleh Guardiola.

Diantaranya adalah:

  • keunggulan jumlah di lini belakang untuk memudahkan dalam membangun serangan (untuk sirkulasi bola) dan menciptakan progresi yang paling bersih melalui situasi 2v1.

  • posisi fullback dan winger yang tidak sejajar secara vertikal sehingga winger tidak menerima bola dari fullback secara vertikal. Dengan menerima bola secara diagonal winger akan terhindar dari posisi badan membelakangi arah menyerang.

  • serta kontrol terhadap kemungkinan serangan balik lawan.

Masih terdapat sejumlah prisip bermain lainnya yang diterapkan oleh Guardiola, namun ketiga hal tersebut memiliki peranan lebih pada situasi yang sedang dibahas di tulisan ini. Pada gambar tersebut juga ditunjukkan area di belakang fullback lawan yang telah dijelaskan sebelumnya sebagai area yang diasumsikan oleh Guardiola sebagai area yang sulit untuk dijaga.

Situasi dalam pertandingan

Berikut ini adalah situasi-situasi ketika winger menerima bola di sisi lapangan.

Pada gambar di atas Bernardo menerima bola dari Walker secara diagonal (bukan vertikal). Ketika fullback lawan berusaha untuk memberikan tekanan kepada Bernardo, terbuka ruang di belakangnya yang dieksploitasi oleh De Bruyne. Begitu bola diberikan ke De Bruyne di area di belakang fullback lawan, dirinya dapat melakukan umpan silang atau cutback dari area yang lebih dekat dengan gawang dibandingkan dengan umpan silang yang dilakukan dari sisi lapangan. Gol Manchester City ke gawang Tottenham (17/8/19) yang dicetak oleh Aguero memanfaatkan mekansime ini.

Situasi yang ditunjukkan pada gambar di atas lebih jarang muncul, karena porsi utama Kyle Walker dalam skema Guardiola adalah untuk mengantisipasi winger lawan yang berpotensi sebagai outlet serangan balik. Namun bukan berarti Walker tidak dapat melakukan overlap ketika diperlukan. Hal ini ditunjukkan pada pertandingan Manchester City melawan Arsenal musim 2018-19.

Gambar di atas merupakan contoh lain bagaimana Manchester City berusaha untuk mengeksploitasi ruang di belakang fullback lawan. Pada gambar tersebut memang pemain yang menerima bola adalah De Bruyne yang berposisi sebagai gelandang serang. Sementara itu Bernardo sebagai winger adalah pemain yang berlari ke ruang di belakang fullback lawan. Pada situasi yang serupa, terkadang Walker yang berlari ke ruang di belakang fullback lawan dengan cara underlap.

Gambar di atas merupakan situasi yang berbeda dari tiga situasi sebelumnya. Ekploitasi terhadap ruang di belakang fullback lawan dilakukan di sisi jauh. Namun tetap dengan ide yang sama dari wawancara Guardiola di atas. Situasi ini ditunjukkan pada gol Manchester City ke gawang Tottenham (17/8/19) yang dicetak oleh Sterling.

Selain situasi-situasi di atas, masih terdapat beberapa situasi lainnya yang digunakan oleh Guardiola untuk mengeksploitasi ruang di belakang fullback lawan. Semisal melibatkan Aguero yang berposisi sebagai penyerang tengah, atau bahkan melibatkan gelandang serang dari sisi lain yang ikut datang ke sisi bola.

Dari situasi-situasi yang ditunjukkan di atas, terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan catatan. Pertama, untuk mengeksploitasi ruang di belakang fullback lawan, Guardiola menciptakan situasi 2v1 terhadap fullback lawan.

Kedua, Aguero yang berposisi sebagai penyerang tengah banyak memposisikan dirinya di sisi buta (blind-side) centerback sisi jauh. Dengan pemosisian ini Aguero akan mendapat keunggulan dinamis ketika bola dikirim ke tengah, karena centerback lawan tidak dapat melihat ke mana dia berlari. Di sisi lain, pemosisian ini juga membuat fullback lawan di sisi jauh harus menaruh perhatian ekstra terhadap Aguero. Sehingga Sterling yang juga memposisikan dirinya di sisi buta fullback lawan dapat mengeksploitasi keunggulan dinamis.

Ketiga, secara struktural di posisi dekat bola, hanya terdapat tiga pemain untuk mengeksploitasi ruang di belakang fullback lawan (ditunjukkan melalui arsiran area pada keempat gambar situasi di atas). Mereka adalah pemain dengan posisi fullback, winger dan gelandang serang. Ketiganya berhadapan dengan lawan yang juga berposisi fullback, winger dan gelandang tengah lawan. Pemain-pemain inilah yang kemudian akan dilibatkan di sesi utama latihan.

Desain latihan

Dari dekonstruksi terhadap fakta-fakta di atas, penulis memberikan contoh desain latihan untuk mereplikasi situasi-situasi di atas. Sebagai catatan, untuk mengembangkan kemampuan pemain dalam mengambil keputusan, penting untuk tidak terfokus pada pola atau semacamnya. Penekanan terhadap prinsip berdasarkan situasi yang dihadapi akan lebih baik.

Reverse coaching sebagai constraints terhadap pemain menyerang, di mana pelatih mengontrol perilaku pemain bertahan juga dapat memberikan efek yang lebih baik terhadap kemampuan mengambil keputusan.

Diskusi dan tanya jawab yang dilakukan tiap jeda sesi akan memberikan efek yang lebih baik, di mana dinamika permainan dalam sesi latihan tidak terpotong-potong (metode stop-freeze biasanya banyak memotong dinamika permainan). Selain itu, pemilihan kata sebaiknya mengedepankan bahasa yang menggambarkan aksi sepak bola ketimbang istilah-istilah abstrak.

Pemanasan

Pada sesi pemanasan, desain latihan yang diberikan memiliki tingkat kompleksitas yang rendah. Tujuannya adalah untuk mengenalkan prinsip-prinsip paling sederhana dari situasi permainan yang akan diberikan di sesi utama. Selain itu tujuan lainnya adalah untuk menyiapkan otot pemain untuk aksi-aksi yang lebih eksplosif pada sesi-sesi selanjutnya.

Sebagai contoh adalah permainan 5v2 seperti pada gambar di atas sebanyak 4/5 kali selama 1 menit dan jeda 1 menit (atau tergantung pada periodisasi latihan). Permainan ini dapat dilakukan berselingan dengan pemanasan dinamis saat jeda.

Pada sesi ini penting untuk mengenalkan prinsip-prinsip:

  • Posisi badan dan observasi sebelum terima bola

  • Pemosisian relatif terhadap bola, teman dan lawan

  • Pesan dalam passing (ke kaki sebelah mana bola sebaiknya diberikan tergantung dari posisi relatif teman terhadap lawan dan kelanjutan aksi berikutnya)

  • Sentuhan pertama untuk memudahkan aksi selanjutnya

Sejumlah aturan dapat diberikan untuk merangsang pemain terhadap prinsip-prinsip tersebut. Misal variasi jumlah sentuhan, larangan terhadap jenis passing tertentu (misal backheel pass), dll.

Di akhir sesi ini dapat diberikan sprint exercise dengan jarak panjang (50-60 meter) kecepatan dan jeda maksimum dengan pengulangan 6 kali (tergantung periodisasi). Karena pada situasi yang akan dilatihkan, salah satu solusi untuk mengeksploitasi situasi 2v1 membutuhkan sprint panjang.

Sesi utama

Ada banyak jenis desain latihan yang dapat diberikan pada sesi utama ini. Penulis hanya akan memberikan dua contoh sederhana yang memiliki metode pemecahan masalah yang saling berbeda, namun dapat saling dikaitkan.

Sesi utama memanfaatkan small sided game

Perlengkapan:

  • Kostum/rompi 3 warna

  • 4 gawang kecil atau dapat diganti dengan pasak 8 buah

  • Penanda area (marker) dapat berupa flat cone marker 8-12 buah atau penanda garis

  • Bola (minimum 5 buah)

Peserta:

  • Tim biru dan oranye: masing-masing pemain dengan posisi 2,5,7,11

  • Tim hijau: pemain dengan posisi 8,10 dan 6

Durasi: 6x3 menit dengan jeda 2 menit (tergantung periodisasi)

Desain area permainan:

  • Segi 8 dengan total panjang x lebar: 45x30 meter

  • Area terdiri dari 3 zona, 2 zona akhir berbentuk trapesium (kuning dan merah), zona tengah (biru) berukuran 10x30 meter

Desain area latihan di mana area tengah lebih lebar dan menyempit di masing-masing ujung dari zona aktif ditujukan sebagai constraint terhadap tim yang menyerang untuk menerapkan salah satu prinsip dalam permainan Guardiola, yaitu winger menerima bola secara diagonal.

Pembagian tiga zona ini ditujukan untuk mengontrol perilaku tim yang bertahan sehingga dapat memantik skenario-skenario yang sesuai dengan situasi permainan yang akan dijelaskan pada organisasi dan peraturan permainan berikut ini.

Organisasi dan peraturan:

  • Tim biru dan tim oranye berganti peran sebagai tim bertahan dan tim menyerang tiap 2 blok

  • Tim hijau berperan sebagai pemain netral dengan pemosisian dua pemain di masing-masing ujung dari zona kuning dan merah dan satu pemain bebas di tengah. Pemain di tim hijau saling bergantian untuk mengisi posisi di tengah setiap 2 blok.

  • Tim yang bertahan pemosisian dibagi menjadi 2, misal pemain posisi 2 dan 5 berada di zona biru (zona penghubung) dan pemain posisi 7 dan 11 berada di zona kuning (atau merah).

  • Tim menyerang bebas keluar masuk zona aktif dan zona biru.

  • Tim yang menguasai bola memiliki tujuan untuk memindahkan bola dari satu zona aktif (misal kuning) ke zona lainnya (merah) dengan cara memberikan passing yang diterima di daerah selanjutnya.

  • Tim yang menguasai bola tidak dapat memindahkan bola ke zona lain dengan cara melakukan passing langsung ke pemain dari tim hijau yang berdiri di ujung zona lain tersebut.

  • Batas dari zona biru berlaku sebagai pengontrol offside. Ketika salah satu pemain dari tim menyerang telah berada di zona selanjutnya ketika bola dipassing, maka dinyatakan offside.

  • Ketika tim yang bertahan berhasil merebut bola, mereka dapat mencetak gol dengan cara passing ke gawang kecil di ujung dari zona aktif. Gol yang dicetak tim bertahan bernilai 1 poin. Jika berhasil merebut bola di zona biru, tim bertahan mendapat 1 poin.

  • Tim menyerang mendapat 2 poin setiap berhasil pindah zona

Dengan aturan di atas terdapat sejumlah skenario yang diharapkan muncul untuk dapat dipelajari oleh para pemain. Pertama, tim bertahan akan bermain menunggu di dekat zona biru karena adanya aturan pembagian posisi untuk pemain bertahan. Hal ini menciptakan sebuah skenario yang menyerupai situasi permainan, di mana tim bertahan menunggu di area dekat kotak penalti. Situasi tersebut akan memaksa pemain untuk mengidentifikasi aksi-aksi yang mereka butuhkan untuk dapat menciptakan dan mengeksploitasi situasi 2v1.

Kedua, aturan poin dengan bobot yang berbeda diharapkan dapat memberikan motivasi yang berbeda kepada kedua tim. Pemberian bobot bagi tim yang bertahan ditujukan untuk memotivasi mereka untuk selalu berada dalam blok pertahanan yang rapat dan tidak tergesa-gesa memberikan tekanan yang tidak perlu. Dengan demikian aksi bertahan mereka akan lebih terfokus untuk mencegah lawan memindahkan bola ke zona berikutnya ketimbang berusaha untuk merebut bola melalui pressing agresif.

Skenario 1

Misal pada contoh gambar di atas, di mana pemain no.7 dan 10 menciptakan situasi 2v1 terhadap pemain no.5 lawan. Situasi ini dapat muncul hanya jika pemain no.7 mengambil posisi yang lebih dekat dengan no.5 lawan sehingga memungkinkannya untuk memprovokasi no.5 lawan untuk memberikan tekanan. Dengan terprovokasinya pemain no.5 lawan, muncul celah yang dapat dimanfaatkan no.10 untuk berlari ke ruang di belakangnya. Kecil kemungkinan bagi pemain posisi 5 lawan untuk terprovokasi jika seandainya pemain no.7 hanya berada di zona kuning ketika menerima bola.

Skenario 2

Seandainya celah yang diharapkan untuk dieksploitasi tidak muncul karena tim bertahan dapat bergeser dengan baik dan menutupnya, selalu terdapat opsi untuk memindahkan arah serangan ke sisi lainnya.

Pada skenario di atas pemain no.2 memposisikan dirinya sebagai opsi backpass untuk memindahkan arah serangan. Pada saat yang bersamaan pemosisian no.2 juga dapat mengontrol opsi serangan balik tim bertahan melalui no.11. Sementara itu no.5 juga berfungsi untuk mengontrol serangan balik lawan dengan cara mendekat ke arah bola. Dengan demikian dirinya akan lebih dekat terhadap opsi serangan balik lawan sehingga lebih mudah dalam memberikan tekanan.

Pemain no.11 di sisi jauh perlu memahami jika dirinya dapat menerima bola di kelebaran maksimum, dirinya akan berada jauh dari lawan yang dapat memberi tekanan. Dengan demikian no.11 akan memiliki waktu ekstra untuk membawa bola dan memprovokasi pemain lawan datang kepadanya. Jarak ini juga sangat berharga untuk memberi waktu kepada no.5 bergerak naik menciptakan situasi 2v1.

Skenario 3

Pada skenario yang lain, akan muncul situasi di mana no.2 atau 5 lawan telah berada di posisi untuk melakukan marking terhadap no.7 atau 11. Sedangkan pada saat yang bersamaan memindahkan arah serangan ke sisi lain tidak memungkinkan karena adanya tekanan yang dilakukan no7 atau 11 lawan terhadap no.2 atau 5.

Pada kasus ini, ketika no.7 atau 11 lawan memberikan tekanan, tim yang menyerang perlu untuk memahami bahwa terdapat ruang di depan fullback lawan. Ada banyak cara untuk memanfaatkan situasi ini. Misal no.7 turun untuk memberikan support terhadap no.2. Umumnya pada situasi permainan no.5 lawan akan mengikuti no.7 sehingga menutup ruang di depannya dengan konsekuensi ruang di belakangnya dapat dieksploitasi oleh pergerakan vertikal no.10.

Namun sesuai dengan prinsip permainan Guardiola yang menginginkan timnya untuk menciptakan progresi yang paling bersih, mekanisme ini tidak memungkinkan untuk dilakukan.

  • Pertama, bola chip ke belakang fullback lawan dengan posisi garis pertahanan yang rendah justru akan menempatkan penerima bola (no.10) berada dalam situasi yang sulit. Terlebih bola chip membutuhkan waktu lebih banyak untuk dikontrol. Waktu ekstra ini dapat dimanfaatkan centerback lawan untuk datang dan memberikan tekanan. Situasinya akan berbeda jika garis pertahanan lawan lebih tinggi di mana waktu ekstra tersebut juga dibarengi dengan ruang ekstra untuk bergerak.

  • Kedua, terdapat constraint terhadap no.5 lawan berupa zona aktif (kuning atau merah) yang tidak dapat dia datangi sebelum bola mencapai zona biru. Dengan demikian ketika no.7 turun ke zona kuning di ruang di depan no.5 lawan, dirinya akan membutuhkan waktu ekstra untuk membawa bola ke depan dan memprovokasi no.5. Juga waktu ekstra yang diperlukan oleh no.10 untuk bergerak ke ruang di belakang no.5 lawan. Adanya waktu ekstra ini dapat dimanfaatkan lawan untuk menyesuaikan posisinya untuk memberikan cover terhadap no.5. Selain itu no.7 lawan juga akan memiliki waktu ekstra untuk memberikan tekanan kepada winger yang turun tersebut.

Pada skenario ini perlu dipahami oleh tim yang menyerang bahwa mereka dapat mempersingkat waktu dengan cara membiarkan no.7 berada di posisi yang tinggi. Sementara itu no.10 dapat bergerak horizontal untuk menerima bola di depan fullback lawan dan melakukan dribble untuk memprovokasi no.5 lawan.

Sekilas memang terdengar sama, bahwa no.10 perlu untuk membawa bola terlebih dahulu sebelum memprovoksi no.5 lawan. Namun perbedaannya adalah no.7 telah berada di posisi yang cukup tinggi sehingga lebih dekat untuk bergerak ke ruang di belakang fullback lawan. Pada situasi ini, pemosisian no.7 dapat mempercepat waktu untuk tiba di ruang di belakang fullback lawan.

Selain itu, terdapat perbedaan lainnya. Gelandang lawan (dalam hal ini diperankan oleh no.11) akan memiliki reaksi yang berbeda sehingga tidak dapat memberikan cover terhadap no.5 yang berusaha memberikan tekanan. Pada skenario selanjutnya akan ditunjukkan bagaimana fullback dapat megeksploitasi hal tersebut.

Skenario 4

Skenario seperti pada gambar di atas memanfaatkan perilaku gelandang lawan yang melakukan marking terhadap gelandang tim menyerang. Pergerakan underlap oleh fullback ini umumnya akan terlepas dari pantauan gelandang-gelandang lawan. Namun juga membutuhkan usaha ekstra karena jarak yang ditempuh cukup panjang dengan kecepatan maksimum.

Menempatkan pemain yang berposisi sebagai gelandang bertahan (no.6) di tengah juga dapat memunculkan skenario ini, karena dalam model permainan Guardiola umumnya no6 akan tinggal di tengah, tidak bergerak ke ruang di belakang fullback lawan.

Skenario 5

Situasi dasar 4v2 juga perlu dipahami oleh para pemain. Misalkan tim bertahan memutuskan untuk meberi tekanan sehingga terbuka celah ke ruang antar lini. Para pemain dapat mempelajari bagaimana memposisikan diri mereka sehingga mereka dapat menciptakan situasi yang dapat memprovokasi lawan untuk memberikan tekanan dan pemosisian yang dapat mengeksploitasinya.

Sebagai contoh, seandainya pada skenario seperti pada gambar di atas no.10 memposisikan dirinya terlalu rendah hingga sejajar dengan no.7 dan 11 lawan, maka dirinya akan kehilangan waktu untuk dapat mengeksploitasi situasi 2v1 di area yang lebih tinggi. Begitu juga jika dirinya memposisikan dirinya terlalu tinggi sehingga terlalu dekat dengan lawan. Dirinya akan menerima bola dengan situasi membelakangi arah serangan dan tidak memiliki waktu untuk berputar menghadap depan.

Situasi dasar 2v1 juga perlu dipahami di mana melepaskan bola terlalu cepat sebelum lawan terprovokasi justru akan memberi waktu kepada lawan untuk mengontrol situasi dan kembali ke organisasi pertahanan yang lebih baik.

Sesi utama memanfaatkan opposed drill/pass exercise

Organisasi dari sesi latihan ini yaitu:

  • Bola berasal dari server (S) yang dipassing ke no.2 atau 5.

  • No.2 akan berinteraksi dengan no.7 dan 10 melawan no.11 dan 5 lawan, sedangkan no.5 akan berinteraksi dengan no.8 dan 11 melawan no.2 dan 7 lawan.

  • No.7 dan 11 lawan memulai aktivitas ini pasif hingga bola berhasil direbut oleh no.2 atau no.5. Ketika no.2 dan no.5 lawan berhasil merebut bola, maka no.7 dan 11 lawan akan aktif sebagai opsi serangan balik untuk mencetak gol ke gawang kecil di ujung masing-masing area.

  • Mekanisme 2v1 dan pemain mana yang bertugas untuk mengontrol opsi serangan balik mengikuti skenario-skenario yang telah dibahas sebelumnya.

  • Target dari situasi 2v1 adalah untuk memberikan bola ke belakang pemain no.2 atau 5 lawan.

Desain dan organisasi dari sesi latihan ini sangatlah sederhana. Pemain dituntut untuk mampu mengeksekusi skenario-skenario yang telah dirancang sebelumnya. Dengan metode latihan semacam ini, pemain akan dapat menerapkan kordinasi dari interaksi ketiga pemain tersebut dengan sangat baik dan akurat serta memakan waktu yang lebih singkat untuk mejelaskannya.

Hanya saja metode latihan ini akan mengurangi sejumlah dinamik pada situasi permainan yang penting untuk dipahami oleh pemain. Begitu pula beberapa prinsip permainan yang mendasari munculnya skenario-skeario tersebut tidak akan terserap, sehingga ketika terdapat situasi di mana skenario-skenario yang telah direncakanan tidak dapat dijalankan, adaptasi terhadap skenario tersebut akan sulit untuk dilakukan.

Namun bukan berarti metode latihan semacam ini tidak bagus. Metode latihan ini dapat digunakan sebagai suplemen tambahan dari metode latihan sebelumnya (small-sided game). Ketika pemain telah memahami prinsip dari skenario-skenario yang diharapkan muncul, metode opposed drill ini dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas eksekusi pemain.

Penutup

Perkembangan selanjutnya dari sesi latihan ini adalah phase of play.

Permainan ini memiliki format 9v9 dengan menghilangkan dua centerback tim menyerang dan dua penyerang tim bertahan. Penyederhanaan ini ditujukan untuk mengurangi kompleksitas sirkulasi bola dan memberikan kemudahan akses untuk memainkan bola ke final third di mana situasi yang dilatihkan sebelumnya akan memiliki cukup banyak repetisi.

Jika dirasa pemain mampu menghadapi kompleksitas sirkulasi di belakang, maka dapat pula diterapkan permainan 11v11.

Penempatan dua gawang kecil di samping gawang besar di garis tengah juga untuk mereplikasi situasi permainan di mana arah serangan balik lawan tidak hanya terpusat menuju ke arah tengah. Constraint yang dapat diberikan hanya pada organisasi bertahan lawan, di mana mereka menggunakan struktur 1440 dengan garis pertahan rendah. Durasi untuk permainan ini 2x7 menit atau tergantung dari periodiasi latihan.

Terdapat satu aspek yang belum tersentuh dari latihan ini yaitu kelanjutan aksi setelah berhasil mengeksploitasi ruang di belakang fullback lawan. Dibutuhkan desain latihan tersendiri sebagai aksi lanjutan tersebut.

Qoid Naufal

Analis Perseru Badak FC

bottom of page