top of page
K! EVENT
Recent Posts

[Founder's Diary] Sumbangan Penting Pelatih Asing untuk Sepakbola Indonesia


"Dalam jangka pendek, proses baik tidak selalu berujung pada hasil yang baik pula. Akan tetapi dalam jangka panjang, proses baik pasti berujung hasil baik pula! "

Dalam dua dekade terakhir ini, PSSI hampir selalu mempercayakan kursi pelatih timnas senior pada pelatih asing. Bagaimana kinerja dan prestasi para pelatih asing tersebut? Sulit menilainya! Kebanyakan para pelatih asing tersebut tidak mendapatkan waktu yang lama. Alasannya macam-macam, tapi kebanyakan adalah soal hasil akhir yang dirasa kurang memuaskan.

Di tulisan ini saya ingin mencoba menganalisa hal-hal positif dari proses kerja para pelatih asing tersebut. Falsafah yang dipakai adalah "mikul dhuwur, mendem jero" alias tulisan ini hanya akan membahas hal yang baik saja. Hal buruk pasti ada saja, tapi lebih baik tidak perlu dibahas. Tulisan ini juga akan lebih membahas PROSES, bukan hasil akhir. Memang di sepakbola level senior, hasil akhir adalah segala-galanya. Tapi dalam jangka panjang hasil yang baik pasti berangkat dari proses yang baik juga!

Ayo kita mulai...

1/ Bernard Schumm

Pelatih asal Jerman ini memang cuma mampu menghasilkan medali perunggu untuk Timnas di SEA Games Brunei 1999 (terakhir dengan skuad senior). Meski demikian, Schumm adalah talent scouter yang baik. Ia menghadirkan nama-nama segar di Timnas. Diantaranya yang paling fenomenal adalah Bambang Pamungkas. Nama-nama seperti Ismed Sofyan, Haryanto Prasetyo, Adrian Mardiansyah dan masih banyak lagi sukses ia munculkan.

Peninggalan terbesar Schumm adalah di pendidikan kepelatihan. Ia lah yang pertama kali membuat kurikulum pendidikan pelatih Lisensi D PSSI. Ia juga merupakan instruktur pelatih top level angkatan awal. Sebagai instruktur AFC B License dan A License, Schumm menelurkan generasi pelatih senior seperti Benny Dollo, Sutan Harhara, Sartono Anwar hingga Rachmad Darmawan.

Pemikiran Schumm amat modern. Di kala itu, banyak pelatih lokal menentangnya karena ia tak percaya dengan static stretching. Ia bilang itu buang-buang waktu. 10 tahun kemudian, semua pelatih baru meninggalkan static stretching. Di masa itu, Schumm juga sudah benci gorengan. "Coba kamu peras gorengan, minyak semua isinya," kritiknya. Baru 20 tahun kemudian kritik Schumm sekarang jadi viral gara-gara Shin Tae Yong.

2/ Peter Withe

Mantan striker Aston Villa ini merupakan pelatih yang hadir di era transisi dari sistim pertahanan libero ke sistim pertahanan zonal. Withe adalah pelatih asing yang pertama kali mempelopori sistim flat back defending. Awalnya ia ingin memainkan flat back four yang di top level kian populer. Kebiasaan bermain dengan sistim 3 bek mempersulit adaptasi itu. Akhirnya Withe, memodifikasi sistim flat back four menjadi flat back three.

Di jaman itu, model pertahanan flat berbasis zonal marking belum populer di Indonesia. Withe pun banyak dikritik pelatih lokal yang dianggap terlalu memaksakan hal modern terlalu cepat. Beberapa tahun kemudian, hampir semua tim memainkan sistim zonal marking. Peter Withe mungkin adalah pelatih yang meneruskan dakwah flat back defending, setelah Danurwindo pertama kali memperkenalkannya di Piala Asia 1996.

3/ Ivan Kolev

Pelatih berkebangsaan Bulgaria ini terkenal dengan rezim kepelatihan fisik ketat. Playing stylenya sangat intens dengan basis pressing trengginas. Metodologi latihan fisiknya terkenal cocok untuk turnamen. Dimana menuntut tim untuk punya kondisi fisik mumpuni dalam waktu singkat, tanpa harus mempertahankannya dalam waktu lama. Tak heran ia sempat sukses meraih 3 poin di 2 laga perdana Piala Asia 2004 dan 2007.

4/ Alfred Riedl

Mantan pelatih Timnas Austria ini terkenal dingin dan amat disiplin. Kedisiplinannya itu yang membuatnya sering bersinggungan dengan para pejabat. Kawan saya yang pernah bekerja buat beliau pernah diberi pesan olehnya untuk mensterilkan kamar ganti dari siapapun di luar anggota tim. "Presiden sekalipun tidak boleh masuk ke kamar ganti," ujarnya.

Di balik sosok disiplin itu, Alfred terkenal dengan mata talent scouter yang tajam. Ia tak segan memberikan kepercayaan pada debutan dan pemain muda. Timnas AFF 2010 ia berikan kepercayaan pada Okto Maniani, Zulkifli Syukur dan Bustomi. Di AFF 2014 ada nama Evan Dimas. Sedangkan di AFF 2016 ada nama Lerby, Yanto Basna dan Hansamu Yama.

5/ Wim Rijsberger

Meski tak lama menukangi Timnas, Meneer Belanda ini juga meninggalkan banyak pelajaran penting untuk sepakbola Indonesia. Salah satunya adalah metode latihan position game atau yang sering dikenal dengan positiespiel di negeri asalnya. Sebenarnya bentuk latihan itu sudah lumrah dilakukan oleh pelatih lokal. Tapi Wim memberi perspektif berbeda.

Biasanya dalam permainan penguasaan bola, target utama adalah penguasaan bola itu sendiri. Sedangkan metode positiespiel menekankan lebih pada struktur posisional pemain dalam lapangan. Penguasaan bola adalah konsekuensi dari struktur posisional yang baik. Di situ pemain-pemain kita terlihat gagap. Umumnya pemain tak paham soal ruang, tak paham soal dimana harus berdiri. Wim sangat detail soal itu!

Pada aspek metodologi latihan, Wim juga membawa metodologi Football Periodisation dari Raymond Verheijen. Suatu metodologi latihan sepakbola yang holistik. Dimana menempatkan komunikasi (taktik tim) sebagai hirarki tertinggi dan kondisi fisik adalah alat untuk mengeksekusi taktik tim tersebut. Sayang metodologi holistik ini belum sempat populer. Wim sudah keburu tergusur. Metodologi holistik baru populer saat Luis Milla datang 4 tahun kemudian.

6/ Jacksen Tiago

Ia juga tak berbuat banyak untuk Timnas karena waktu kepemimpinannya yang singkat. Hanya penulis amat terkesan dengan pendekatan taktikal yang dilakukannya pada pertandingan Timnas kontra China. Jacksen keluar dari kebiasaan mainstream sepakbola Indonesia yang keseringan memainkan 14231 atau 1433. Jacksen memilih formasi 1442 berlian untuk menciptakan superioritas di tengah.

Proses build up timnas-nya pun unik. Dua fullback timnas tidak dilibatkan dalam fase build up. Keduanya diminta naik tinggi untuk mengunci FB lawan. Ruang yang ditinggalkan fullback akan diisi oleh gelandang apit yang melebar seperlunya. Kedua striker diminta melebar untuk menciptakan 2v1 pada FB lawan. Sungguh suatu pendekatan taktik yang unik untuk timnas kelas medioker seperti Indonesia.

7/ Luis Milla

Sama seperti banyak pelatih sebelumnya, Milla juga tidak terlalu mentereng secara hasil akhir. Meski demikian dua tahun kiprahnya di Indonesia memberikan banyak peninggalan penting bagi sepakbola Indonesia. Milla terkenal pelatih yang ringan tangan. Tidak hanya aktif melatih, ia dan stafnya juga rajin bekerja membantu Departemen Teknik PSSI. Harus diakui, Milla punya andil besar dalam kemunculan Filanesia.

Milla juga membawa metodologi "Tactical Periodisation" milik Prof. Vitor Frade. Suatu metodologi peningkatan performa sepakbola holistik berbasis model permainan. Dimana dalam model permainan itu terdapat prinsip besar, sub prinsip dan sub-sub prinsip yang harus dikuasai pemain. Ketika menjalani latihan prinsip game model tersebut, konsekuensinya kondisi fisik pemain akan meningkat.

Rezim Milla juga terkenal dengan penggunaan video analysis yang komprehensif. Di masa itu tidak banyak tim yang melakukan dokumentasi video untuk analisa. Selama 2 tahun, rezim Milla sukses berdakwah tentang pentingnya analisa video. Kini, jangankan tim Liga 1, banyak akademi elite pro, bahkan SSB saja sudah melakukan dokumentasi video.

Milla juga pelatih yang anti TC jangka panjang. Ia paling benci jika pemainnya harus berada di timnas saat klubnya bermain di Liga 1. Mungkin mantan pelatih Timnas U21 Spanyol ini adalah pelatih yang menjalani TC terpendek (2 minggu) ketika menghadapi SEA Games Malaysia 2017.

8/ Simon McMenemy

Muda, enerjik dan pekerja keras. Itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kiprahnya sebagai pelatih Timnas. Ia memulai pekerjaannya dengan menjalin komunikasi intens dengan pelatih klub. Simon dengan teliti mempersiapkan sinergi program dengan klub. Ia selalu memberikan laporan komprehensif, termasuk GPS Report pada pelatih klub setiap TC Timnas selesai. Sinergi yang simpatik.

Etos kerjanya juga tak kalah dengan para pendahulunya. Simon mungkin pelatih Timnas pertama yang punya ruangan kantor di markas PSSI. Ia selalu bekerja bak orang kantoran. Ya, 8 jam sehari di kantor! Kegiatannya dari mulai menganalisa video latihan, video pertandingan liga, hingga membuat program latihan. Profesional sejati!

9/ Shin Tae Yong

Baru sebentar berkiprah, sosok pelatih penakluk Jerman di Piala Dunia 2018 ini sudah menjadi buah bibir. Ia adalah sosok yang sangat disiplin. Beberapa pemain muda yang terlambat hadir latihan, langsung menjadi korban. Ia juga sangat cerewet soal pola makan sehat. Bisa dibilang, ia meneruskan dakwah anti gorengan Bernard Schumm 20 tahun silam yang masih gagal.

Soal metodologi latihan, ia hadir dengan rezim yang kejam. Menghadirkan latihan 3 kali sehari, pagi-sore-malam. Sulit menilai metodologi latihan Shin yang belum lama dijalankan. Apalagi di masa pandemi ini, tidak ada kesempatan untuk melihat langsung metodologi latihan Shin di lapangan.

Sekedar menduga, sebenarnya secara falsafah metodologi latihan Shin kemungkinan akan sama dengan rezim Wim Rijsberger. Tentunya dengan interpretasi dan aplikasi yang berbeda. Mengapa demikian? Kebetulan saya kenal baik dengan Lee Jae Hong, pelatih fisik timnas. Kami sama-sama murid World Football Academy besutan Raymond Verheijen.

Artinya ide besar pengembangan fisik sepakbola Timnas bakalan tak jauh dari konsep Raymond Verheijen. Di beberapa klip video, saya melihat model latihan Football Sprint yang kami pelajari dipraktekkan pemain Timnas. Meskipun, saya juga yakin tidak semua konsep Verheijen akan diaplikasikan. Akan ada banyak kombinasi dengan metodologi lainnya. Kita tunggu saja!

Proses vs Hasil

Dari deskripsi di atas, sebenarnya ada satu benang merah yang sama. Ternyata hampir semua pelatih yang menukangi Tim Nasional Indonesia memiliki etos kerja dan metodologi yang bagus. Persoalannya juga selalu sama. Mereka tak pernah diberi waktu lama untuk mengembangkan metodologinya. Hasil akhir buruk beberapa kali, langsung dipecat.

Hal penting yang kurang di sepakbola kita adalah kegagalan membedakan antara proses dan hasil. Ketika tim sukses, pasti dibaliknya ada 1001 hal yang mengiringinya. Ada hal yang positif, pasti ada juga yang negatif. Contoh Denmark jadi juara Euro 1992 hanya dengan persiapan berlibur di pantai. Apakah kemudian Denmark jadi juara gara-gara pemainnya liburan di pantai jelang Euro 1992?

Contoh lain, Manchester United selalu merajai Liga Inggris dan Eropa dalam waktu lama selama kepemimpinan Sir Alex Ferguson. Meski memborong banyak gelar, rezim Sir Alex juga terkenal dengan non contact injury (cedera karena latihan) yang tinggi. Apakah kemudian MU menjadi begitu berprestasi karena pemainnya banyak cedera?

Sebaliknya, Marcelo Bielsa adalah pelatih yang terkenal dengan kegemarannya menganalisa lawan. Ia mengaku bisa menonton puluhan video tentang calon lawan jelang pertandingan. Tentu tidak di setiap pertandingan Bielsa menang. Apakah kemudian menonton video calon lawan jelang pertandingan adalah hal yang salah?

Itulah perbedaan hasil dan proses. Saat pelatih menangan, belum tentu semua yang dilakukan jadi benar. Sebaliknya saat pelatih kalahan, tidak semua yang dilakukan selalu salah. Itu sebabnya penting kita menganalisa proses dengan teliti. Biarpun misalnya Bernard Schumm gagal beri hasil positif, bukan berarti kita boleh acuh pada dakwah anti gorengannya. Mau timnas Juara Dunia atau kalah di tarkam, makan gorengan ya tetap tidak baik untuk atlit.

Mari kita belajar menganalisa proses para pelatih timnas. Jika tidak, kita pun perlu menunggu 20 tahun untuk populerkan dakwah anti gorengan. Ketika kita gagal membedakan antara proses dan hasil, dakwah anti gorengan akan gagal kalau Timnas Shin Tae Yong kalahan! Saya berdoa mudah-mudahan Timnas Shin Tae Yong sukses. Supaya orang percaya bahwa makan gorengan itu tidak baik untuk atlit!!

SEKIAN

Ganesha Putera Founder KickOff! Indonesia

*Per Senin, 3 Agustus 2020, KickOff! sajikan rubrik baru bertajuk "Founder's Diary". Namanya juga diary, maka ya harus terbit setiap hari. Ya, ini semacam rangsangan berkomitmen untuk menulis setiap hari. Sebuah kebiasaan baik di masa lampau yang kini mulai pudar. Dukung usaha pelestarian kebiasaan baik ini dengan membacanya setiap hari! Selamat menikmati!

bottom of page