Sukses besar Feyenoord Academy memproduksi pemain top level tak pernah lepas dari integrasi total antara akademi dan tim utama. Dalam hal filosofi, gaya berlatih, gaya bermain hingga periodisasi selalu berjalan seragam dan seirama.
Kekuatan terbesar Feyenoord sebagai sebuah klub adalah adanya integrasi total antara akademi dengan tim utama. Baik akademi maupun tim utama semua memiliki peran dalam kesuksesan pencetakkan pemain top level profesional. Sehebat-hebatnya akademi memproduksi pemain berbakat, tidak akan sukses bila tidak diikuti keterbukaan tim utama dalam memberi kesempatan pada pemain akademi. Kesempatan besar yang diberikan oleh tim utama juga tidak akan sukses bila akademi tak mampu memproduksi pemain kelas atas.
Sinergi inilah yang menjadi modal utama Feyenoord sukses meroketkan banyak pemain muda. Tim utama selalu mengikuti perkembangan di Akademi. Sebaliknya Akademi mengerti kebutuhan dan tuntutan sepakbola top level dari tim utama. Organisasi Feyenoord 1st Team dipimpin oleh Ronald Koeman. Dalam menjalankan tugasnya Koeman memiliki 4 asisten pelatih. 2 asisten pelatih teknik dipercayakan pada Jean Paul van Gastel dan Giovanni van Bronkchorst. Pelatih kiper diisi Patrick Lodewijks dan pelatih fisik diasuh oleh Toinne van de Goolberg.
Van Gastel: Penghubung 1st Team & Academy
Figur sentral penghubung antara akademi dan tim utama adalah Jean Paul van Gastel. Ia adalah legenda Feyenoord dan merupakan kapten Feyenoord terakhir yang berhasil menyumbangkan gelar juara. Selain lama bermain untuk Feyenoord, Gastel juga lama menukangi tim-tim di Feyenoord Akademi. Diantaranya Gastel pernah mengasuh tim O13, O14 dan O19 selama empat musim. Total 6 musim telah cukup memberikan pengalaman dan wawasan tentang pengembangan talenta muda di Akademi. Berbekal pengetahuan itu, Gastel ditunjuk Koeman untuk terus memantau kegiatan dan pemain berbakat dari Feyenoord Academy.
Pemain Akademi Sulit Beradaptasi
Pada era sebelumnya, banyak pemain akademi sulit menembus tim utama. Biang keladinya adalah tidak pernah ada kesamaan visi sepakbola antara akademi dan tim utama. Dari segi filosofi, gaya berlatih, gaya bermain hingga periodisasi sangat berbeda total. Akibatnya pemain yang dibangun oleh akademi sering tak memenuhi kriteria tim utama. Pelatih di tim utama juga tak pernah peduli dan tahu tentang pemain-pemain di akademi. Sehingga tak banyak bakat di akademi yang terpantau dan bisa dipersiapkan untuk promosi ke tim utama.
Persoalan kembali muncul saat pemain akademi telah berhasil menembus tim utama. Umumnya pemain ini gagal beradaptasi dengan baik, sehingga tidak berkembang maksimal. Banyak diantaranya yang akhirnya harus terbuang dari tim. Pemain akademi di tim utama juga banyak yang mengalami cedera karena tidak adanya kesesuaian program antara Akademi dengan Tim Utama. Pelatih tim utama tidak pernah peduli dengan riwayat pemain akademi. Imbasnya pemain akademi diberi program latihan yang sama dengan pemain lainnya.
Perhatian pelatih terhadap pemain akademi di tim utama amatlah miskin. Nyaris pelatih tim utama tidak pernah memiliki waktu untuk melakukan latihan pembenahan yang sifatnya spesifik pada tiap-tiap individu. Akhirnya pemain akademi ini makin lama berada di tim utama justru makin menurun grafik penampilannya. Ekspektasi dan harapan tinggi akhirnya justru berbalik sirna.
Kondisi ini tidak dibiarkan terjadi di Feyenoord. Intergrasi total Feyenoord Academy dan Feyenoord 1st Team dibangun begitu apik. Seluruh filosofi, gaya berlatih, gaya bermain hingga periodisasi diseragamkan antara akademi dan tim utama. Semua yang dilakukan tim utama dilakukan juga oleh akademi. Sebaliknya apa yang telah dibuat di akademi terus dilestarikan di tim utama. Sebuah keseragaman total dalam segala hal!
Pola Latihan Seragam
Seluruh kegiatan dari hari ke hari Feyenoord 1st Team sangatlah mirip dengan apa yang dilakukan di Feyenoord Academy. Hal ini tampak dari periodisasi mingguan mereka sebagai berikut:
Sabtu:
Eredivisie Game
Minggu:
Recovery Training Day untuk pemain yang main.
Pemain cadangan main di Jong Feyenoord (Reserves League).
Senin:
Libur untuk pemain yang main.
Recovery Training Day untuk pemain Jong Feyenoord.
Selasa:
Latihan Taktik.
Libur untuk pemain Jong Feyenoord.
Rabu:
Football Conditioning Day.
Kamis:
11 vs 11 Day.
Pemain latihan taktik 11v11 3-4 x 10 menit.
30 menit terakhir pemain latihan spesialisasi dengan mengundang pelatih akademi.
Defender dilatih Koeman dan Cor Adriaanse.
Gelandang dilatih Van Bronchorst dan Gaston Taument.
Striker dilatih Van Gastel dan Roy Makaay.
Jumat:
Game Preparation Day.
Sabtu:
Eredivise Game.
Di tingkat praktis, Jean Paul van Gastel wajib mengikuti rapat akademi setiap Jumat pagi. Van Gastel terus memantau dan berdiskusi tentang perkembangan pemain di akademi. Selain itu Van Gastel juga diwajibkan Koeman untuk menonton pertandingan Game Academy setiap hari Sabtu. Terutama menonton tim O19 yang pemainnya mayoritas akan menjadi cikal bakal pemain tim utama.
Koeman juga membangun tradisi bagus dengan mengundang 3 pemain akademi untuk berlatih bersama tim utama 1x per minggu. Dilakukan pada hari Kamis atau Jumat pada saat hari latihan taktik 11 vs 11. Tiga pemain yang diundang ini adalah pemain akademi yang dicalonkan untuk promosi musim depannya ke tim utama. Tradisi ini sangat menolong pemain akademi. Di satu sisi memberikan motivasi tinggi, tetapi juga di sisi lain membiasakan pemain akademi mengikuti intensitas dan suasana latihan tim utama.
Seperti dijelaskan di tulisan sebelumnya, lagi-lagi pemberian porsi latihan yang berbasis pada individu berupa Periodisasi Individu di dalam Periodisasi Tim menjadi kunci sukses Feyenoord. Seluruh pemain akademi yang biasa masih berusia 17-19 tahun mendapatkan frekuensi latihan yang berbeda. Mereka hanya berlatih 3x per minggu sampai pemain tersebut dianggap telah bisa beradaptasi dengan intensitas latihan di 1st Team. Bila pemain lain hanya libur satu hari setelah hari Recovery Training, maka mereka mendapatkan dua hari libur.
Pemberian menit bermain juga amat diperhitungkan. Di musim pertamanya, Jordy Clasie hanya dibatasi main hingga maksimal 60 menit. Kemudian di musim berikutnya, ditingkatkan hingga maksimal 75 menit. Baru di musim ketiga, Clasie diperbolehkan bermain full 90 menit. Pembatasan menit main dibuat untuk menghindari cedera dan memaksimalkan penampilannya sesuai kemampuan fisik.
-Bersambung-