“Sepakbola adalah olahraga intensitas bukan volume. Untuk itu kualitas latihan jauh lebih penting ketimbang kuantitas latihan,”
Raymond Verheijen – Pakar Fisik Sepakbola
Kesuksesan De Graapschap menjuarai Divisi Satu Liga Belanda (Eerstedivisie) meninggalkan cerita menarik. Klub asal kota Doetinchem yang bermarkas di De Vijvergerg Stadion ini mengalami musim yang amat buruk di 2008-2009. Tim asuhan Henk Van Stee harus menerima kenyataan pahit mengalami degradasi ke Eerstedivisie. Darije Kalezic yang menggantikan Van Stee di penghujung musim sedikit memberikan perubahan positif, tetapi semua terlambat sudah.
Degradasi ke Eerstedivisie bak halilintar menggelegar bagi manajemen De Graafschap. Meski bukan klub besar dan kaya di percaturan sepakbola Belanda, klub ini terkenal memiliki tradisi panjang dalam hal sepakbola atraktif. Klub ini juga memiliki basis pembinaan yang kuat. Tercatat Guus Hiddink, Klaas Jan Huntellarr, Peter Van Vossen dan Jason Culina pernah mengalami masa indah di klub berjuluk Superboeren tersebut.
Musim Baru, Pola Baru
Darije Kalezic yang dipertahankan manajemen atas perubahan positif di penghujung musim bertekad membuat perubahan lebih signifikan. Berbagai evaluasi dan perencanaan program baru dibuat demi satu tekad untuk kembali ke Eredivisie. Salah satu kiat yang dilakukan manajemen De Graapschap adalah dengan meminta nasehat Guus Hiddink, legenda hidup klub tersebut.
Dalam satu pertemuan di Zeist, tanpa sengaja manajemen juga bertemu dengan Raymond Verheijen, pelatih fisik legendaris Belanda yang terkenal dengan konsep Fisik Sepakbolanya. Verheijen yang terkenal dengan pameo “Latihan fisik adalah sepakbola dan sepakbola adalah latihan fisik,” banyak memberikan masukan terhadap periodisasi yang dibuat De Graapschap untuk musim Eerstedivisie 2009-2010.
Atas nasehat Verheijen, beberapa perubahan radikal dibuat oleh Kalezic melalui pelatih fisiknya. Pertama, De Graapschap mengubah pola pre season dengan 3 minggu latihan fisik dan 3 minggu latihan teknik-taktik ke periodisasi 6 mingguan yang semuanya terdiri dari sepakbola. Kedua, De Graapschap menghilangkan kebiasaan latihan sehari dua kali. Banyak tim umumnya berlatih enam kali per minggu. Dimana ada satu hingga dua hari dalam seminggu, tim berlatih dua kali per hari. Kini sepanjang musim, latihan hanya sekali per hari. Frekuensi latihan pun dikurangi hingga cuma empat kali per minggu.
Ketiga, durasi latihan yang terkadang bisa mencapai dua jam, dikurangi hingga cukup 75 sampai 90 menit. Keempat, tim pelatih menghilangkan latihan beban di pusat kebugaran. Latihan beban hanya digunakan untuk pencegahan dan rehabilitasi cedera. Terakhir, peregangan statis juga dihilangkan dari seluruh proses latihan. Selain membuang waktu, peregangan statis ternyata bisa mengurangi eksplosifitas pemain.
Hasil Luar Biasa
Perubahan radikal yang sempat mengundang kontroversi di internal manajemen, ternyata berdampak radikal pula. De Graapschap yang tampil biasa saja di awal musim, semakin sulit ditaklukkan di pertengahan dan akhir musim. Terlihat sekali kondisi fisik mereka terus meningkat sepanjang musim. Intensitas permainan yang ditampilkan De Graapschap selalu tinggi. Statistik mencatat Superboeren sebagai tim teratas dalam jumlah sprint per pertandingan.
Di partai penentuan gelar kontra Go Ahead Eagles, tim yang sempat tertinggal 0-2 bisa membalikkan keadaan menjadi 3-2. Sekaligus mencatatkan diri sebagai kampiun Eerstedivisie 2009-2010. Kalezic sedikit berbagi resepnya. “Kami mungkin sama bugarnya dengan tim lain, tapi sangat jelas De Graafschap unggul dalam hal kesegaran,” serunya. “Kami tak pernah berlatih sehari dua kali sepanjang musim dan itulah kunci di balik kesegaran kami,” tutur pelatih asal Bosnia ini.
Sepakbola yang menuntut fisik jangka panjang harus diakomodasi oleh fisik sepakbola. Fisik traditional yang berangkat dari fisik umum ke khusus, serta “menghajar” pemain di awal musim terbukti hanya mengangkat fisik pemain jangka pendek. Tim yang bugar di awal musim justru akan menurun di perjalanan musim. Badai cedera akibat kelelahan juga menjadi tren yang tak dapat dihindarkan. “Kelebihan lain dari pola baru ini adalah tim bebas cedera. De Graafschap selalu bisa tampil dengan skuad terbaik,” tambah Kalezic.
Intensitas Tentukan Level
Fisik sepakbola memang amat mengedepankan intensitas. Logika yang ditawarkan Dr. Raymond Verheijen sangat sederhana. Menurutnya, yang membedakan antara sepakbola level rendah dan sepakbola level tinggi bukan dilihat dari volumenya. Durasi pertandingan apapun levelnya tetap 90 menit. Frekuensi pertandingan tim level amatir dan profesional pun juga tetap sama, yakni satu hingga dua kali per minggu.
Perbedaan mendasar antara sepakbola level rendah dan sepakbola level tinggi adalah intensitas permainannya. Di sepakbola level tinggi, permainan lebih cepat. Tim dan pemain mampu menyajikan gerak sepakbola eksplosif lebih intens. Juga, tim dan pemain lebih cepat pulih pasca melakukan gerak sepakbola eksplosif. Selain itu gerak eksplosif dan pemulihan tersebut mampu dipelihara selama 90 menit.
Untuk itu, bila seorang pelatih ingin meningkatkan level permainan timnya, utamanya dalam hal fisik, maka yang perlu ditingkatkan adalah intensitas latihannya. Pemain tidak akan meningkat levelnya bila pelatih menambah durasi atau frekuensi latihan. Menurut Verheijen, peningkatan durasi dan jumlah latihan hanya memberikan efek peningkatan fisik jangka pendek. Belum lagi faktor rendahnya kesegaran yang akan berujung pada badai cedera.
Sukses De Graapschap sekali lagi membuktikan bahwa sepakbola adalah masalah intensitas bukan volume. Sebagai tim dengan jumlah latihan paling sedikit, justru Superboeren mampu meraih prestasi maksimal. Jelas, kualitas latihan lebih penting ketimbang kuantitas latihan. Verheijen selalu menasehati, “lebih baik berlatih empat kali per minggu dengan intensitas 100%, ketimbang latihan enam kali per minggu dengan intensitas 60%”. Mari tingkatkan kualitas latihan, bukan kuantitas latihan!!
GP