Dalam sepakbola modern, nomor punggung menjadi sesuatu yang spesial. Banyak pesepakbola top di seluruh dunia menjadikan nomor punggung sebagai representasi pribadinya. Ada yang menghubungkan dengan kelahiran. Roberto Baggio gemar mengenakan No. 18 sesuai tanggal kelahirannya. Lalu, Andriy Shevchenko yang meminta No.76 saat kembali ke Milan dari Chelsea sesuai tahun kelahirannya.
Kiper legendaris Italia Gianluigi Buffon lebih unik lagi. Ia sempat mengenakan No. 77 dan No.88. Nomor punggung 77 merupakan simbol keindahan karena dianggap menyerupai kaki wanita. Sedangkan No.88 dianggap Buffon menggambarkan empat bola yang berarti begitu penting bagi masyarakat Italia.
Kisah nomor punggung di atas adalah cerminan sepakbola top level modern. Dimana nomor punggung lebih terkoneksi pada pemaknaan pribadi pemakainya. Tapi, tahukah Anda bahwa nomor punggung pada awalnya terkait dengan posisi bermain? Juga, tahukah Anda bahwa sistim penomoran yang terkait posisi bermain masih berlaku hingga sekarang pada sepakbola usia muda? Ikuti kisahnya.
Awalnya
Nomor punggung sendiri mulai dikenal pertama kali pada 25 Agustus 1928. Digunakan pada dua partai yang berlangsung bersamaan, yaitu Sheffield Wednesday vs Arsenal dan Chelsea vs Swansea Town. Ketika itu pemain harus menggunakan No. 1 sd 11 yang digunakan untuk menyimbolkan posisi bermain dalam formasi 1-2-3-2.
Kiper.
Fullback kanan.
Fullback kiri.
Halfback kiri.
Halfback tengah.
Halfback kanan.
Kanan luar.
Kanan dalam.
Striker.
Kiri dalam.
Kiri luar.
Pada perkembangannya, sepakbola Inggris berkembang dan formasi 1-4-4-2 menjadi pakem kebangsaan tim-tim Britania Raya. Berdasarkan sharing dari Jan Saragih, kolega saya asisten pelatih Persija Jakarta yang lama mengenyam pendidikan kepelatihan di Inggris, model penomoran posisi ini masih berlaku sampai sekarang. Mereka menyebutnya sebagai “two banks of four plus front two. Penomorannya adalah sebagai berikut:
Kiper.
Fullback Kanan.
Fullback Kiri.
Gelandang (bertahan).
Stoper kiri.
Stoper kanan.
Sayap kanan.
Gelandang (serang).
Striker
Striker
Sayap kiri.
Model nomor punggung berdasarkan posisi ini mulai diikuti oleh negara-negara Amerika Latin. Momentum terjadi saat Chelsea melakukan tur Amerika Latin ke Uruguay, Argentina dan Brasil. Publik setempat yang konon “kaget” melihat nomor punggung di seragam pemain, kemudian menjuluki Chelsea sebagai “Los Numerados” (tim bernomor). Brasil yang ketika itu minded dengan formasi 1-4-2-4 kemudian gunakan penomoran berikut:
Kiper.
Wingback kanan.
Centerback.
Centerback
Gelandang (bertahan)
Wingback kiri.
Sayap kanan.
Gelandang kanan.
Stiker
Gelandang kiri.
Sayap kiri.
Nomor Posisi
Di banyak negara sepakbola maju, nomor punggung pada kompetisi sepakbola usia muda haruslah sesuai dengan posisi bermain di lapangan. Di Eropa daratan seperti Belanda dan Spanyol misalnya, mereka terus melestarikan sistim penomoran sesuai posisidengan basis formasi 1-4-3-3. Penomorannya adalah:
Kiper.
Bek kanan.
Centerback kanan.
Centerback kiri.
Fullback kiri.
Gelandang (bertahan).
Sayap kanan.
Gelandang (bertahan/menyerang.
Striker.
Gelandang (serang)/Second striker.
Sayap kiri
Penomoran Posisi ala Eropa Daratan
Hal ini juga berlaku di Uruguay. Paparan kolega saya Ferdiansyah, Coach Tim U12 Villa 2000 FC yang lama bermain di kompetisi Uruguay mempertegasnya. Mereka menggunakan sistim penomoran dengan basis formasi 1-4-4-2. Dimana penomorannya adalah sebagai berikut:
Kiper.
Centerback kanan.
Centerback kiri.
Bek kanan.
Gelandang (bertahan).
Bek kiri.
Sayap kiri.
Gelandang (serang).
Striker.
Striker.
Sayap kanan.
Di kompetisi usia muda negara sepakbola maju, penomoran model ini melekat pada posisi bermain, bukan pada pemain. Jadi pada setiap pertandingan, pemain yang bermain dari menit awal harus menggunakan No. 1 – 11 sesuai dengan posisi bermainnya. Contoh di Uruguay, bila pekan ini Ferdi bermain sebagai bek kiri, maka ia akan pakai No.6. Jika pekan berikutnya, Ferdi bermain jadi sayap kiri, maka ia akan mengenakan No.11. Pemain lain yang ganti Ferdi di bek kiri akan tetap kenakan No.6 sesuai posisi.
Tim Deportivo Indonesia: No punggung sesuai posisi 1-11
Dampak Dahsyat
Kesepakatan tentang keseragaman sistim penomoran ini kelihatannya sepele, tetapi punya dampak dahsyat. Buat praktisi sepakbola di Eropa daratan, sistim penomoran ini telah menjadi bahasa yang dimengerti semua orang. Di ruang ganti, pelatih dan pemain terbiasa berdiskusi dengan nomor ini. Kalimat “Hati-hati dengan No. 7 dan 11 lawan, mereka sering masuk ke dalam,” atau “Saya mau kamu (No.9) turun untuk pressing No.6 lawan” adalah bahasa sehari-hari yang tak asing lagi.
Penggunaan sistim penomoran ini juga amat berguna dalam pendidikan pelatih. Di setiap kursus, workshop dan seminar pelatih, bahasa nomor posisi memperlancar komunikasi antar sesama pelatih. Bahasa ini digunakan secara lisan, tetapi juga secara tulisan dalam manual dan diktat kursus pelatih. Tak heran bila papan taktik juga selalu menggunakan biji-biji yang bernomor 1 sampai 11.
Keberadaan nomor ini juga sangat bermanfaat terkait latihan posisi. Dalam bahasa Inggris disebut “positional play”, dalam bahasa Spanyol “juego de posicion” dan bahasa Belanda “positiespiel”. Filosofi latihan posisi ini adalah “berlatih seperti kita bermain”. Artinya posisi berdiri dalam bentuk latihan apapun harus selalu mencerminkan posisi berdiri saat bermain. Nah pada aplikasi model latihan ini, penomoran posisi menjadi krusial.
Latihan berbasis Posisi
Adanya keseragaman bahasa ini juga mendorong pelatih atau pemain membicarakan “konkret” apa yang terjadi di lapangan. Pelatih tak lagi gunakan bahasa abstrak pada fullback kanannya dengan bilang “lebih agresif”. Melainkan, pelatih sampaikan “Saya mau kamu (No.2) naik dan bersama dia (No.7), datangi No.5 lawan untuk ciptakan 2vs1".
Belajar dari sistim penomoran posisi negara sepakbola maju, tak ada salahnya Indonesia juga menyepakati suatu keseragaman tertentu. Supaya kita pelaku sepakbola memiliki keseragaman bahasa, yaitu bahasa sepakbola. Ditunggu, sistim penomoran posisi di sepakbola Indonesia! <>
@ganeshaputera