top of page
K! EVENT
Recent Posts

Taktik Gila ala "Si Gila" Marcelo Bielsa

Pep Guardiola mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu pengikut Marcelo Bielsa. Termasuk beberapa manajer lain seperti Mauricio Pochettino, Eduardo Berrizo, atau Jorge Sampaoli. Banyak prinsip bermain Bielsa yang selalu dibawa ke dalam stok taktikal mereka. Salah satunya, kalau anda ingat bagaimana Pep memainkan pressing yang berorientasi pada penjagaan orang per orang (pada partai menghadapi Barcelona), itu merupakan salah satu ciri Bielsa. Ciri lain dari Bielsa yang sangat menyenangkan untuk dilihat dan dipelajari adalah taktik menyerang dan permainan posisionalnya yang terlihat ambisius.

Pada pekan terakhir Ligue 1 musim 2014-2015 senin dinihari, Marseille (tim asuhan Bielsa) memainkan partai terakhir yang juga menentukan berhasil atau tidaknya mereka meraih satu tiket lolos ke UCL musim depan. Untuk lolos, Marseille harus berada di peringkat tiga dan membutuhkan poin absolut tiga sembari berharap Monaco kalah atau maksimal meraih hasil imbang. Saya yakin, alasan ini sudah cukup untuk berharap Bielsa dan Marseille mengeluarkan semua senjata andalannya untuk menghentikan semua serangan sekaligus menggempur pertahanan Bastia. Tanpa berada dalam posisi “terjepit” pun, Bielsa terkenal dengan permainannya yang menuntut kemampuan fisik prima dari para pemainnya. Apa lagi bila timnya dalam posisi harus menang. Menarik dilihat bagaimana Marseille akan bermain habis-habisan.

Bentuk umum

Line up Marseille menghadapi Bastia

Sebagian pergerakan pemain-pemain Marseille

Garis biru titik mengindikasikan pertukaran posisi antara pemain satu dengan lainnya. Garis biru tebal mengindikasikan pergerakan pemain-pemain Marseille baik di area tengah, sayap, dan half space. Pertukaran posisi terjadi karena beberapa sebab. Salah satunya, disebabkan oleh sistem penjagaan perorangan yang menghendaki satu pemain menjaga lawan tertentu. Sehingga, bila si penjaga keluar dari posisinya, pemain lain yang terdekat yang harus mengisi pos yang ditinggalkan. Pertukaran posisi juga terjadi saat Marseille berada dalam fase menyerang. Kebebasan bergerak dan berposisi diberikan Bielsa saat Marseille lakukan serangan. André-Pierre Gignac, Florian Thauvin, Romain Alessandrini, dan Dimitri Payet merupakan pemain di lini terdepan yang paling banyak melakukan pertukaran posisi. Mereka bergerak di seluruh area pertahanan Bastia, untuk mencari celah dan ciptakan ruang gerak.

Salah satu prinsip yang terpenting, dalam taktik menyerang Marseille adalah, selalu ada empat atau tiga pemain berada di dalam atau sekitar kotak penalti lawan saat bola diarahkan ke kotak penalti plus dua pemain berada di luar kotak. Siapa yang mengisi half space,area sayap, dan tengah, bukan jadi hal terpenting. Yang paling penting adalah, semua area terisi dan tim tetap mampu menjaga kompaksi.

Untuk lebih jelas, mari kita lihat fase-fase permainan Marseille.

Fase build up (membangun serangan)

​Fase pertama serangan Marseille. Attacking build up (membangun serangan) menit 16:03

Dari fase pertama, Marseille masuk ke fase kedua build up dalam dua alternatif bentuk yang sedikit berbeda. Alternatif pertama adalah, bentuk 2-4-4. Dua bek menjadi dua pemain paling belakang. Empat pemain di lini kedua diisi oleh dua bek sayap serta dua gelandang tengah. Sementara empat pemain terdepan diisi oleh tiga penyerang plus Payet yang bergerak dari sayap kanan. Alternatif kedua adalah, bentuk 2-3-2-3. Dua pemain belakang diisi oleh dua bek tengah. Lini tengah diisi oleh satu gelandang tengah (Giannelli Imbula) plus dua bek sayap. Dua pemain yang bergerak di antara lini tengah dan depan diisi oleh Andrew Ayew dan Payet. Sementara lini terdepan diisi oleh tiga penyerang.

Fase build up dengan formasi 2-4-4, menit 16:05.

Build up fase kedua menit 16:14 - saat bek sayap sudah mamasuki area gelandang serang - dalam bentuk dasar 2-2-4. Florian Thauvin di half space, Dimitri Payet dan Brice Djédjé di area sayap, Dalam serangan ini, Payet menjadi pemain yang mengisi area terluar (touchline). Berikut penempatan posisi para pemain pada fase build up dengan bentuk dasar 2-3-2-3.

Formasi 2-3-2-3 menit 06:33. Dua pemain di lapisan paling belakang (duo bek tengah tidak tampak dalam gambar).

Kapan dan kenapa Marseille menggunakan bentuk 2-4-4 atau 2-3-2-3 merupakan bagian dari kreativitas para pemainnya. Kapan dan kenapa para pemain Marseille menggunakan salah satu dari dua alternatif tersebut, bergantung pada bagaimana Payet, Ayew, dan Thauvin melihat situasi pertandingan. Dalam situasi seperti ini, yang perlu dilakukan lawan adalah, bukan menebak-nebak apa bentuk yang akan digunakan. Tatapi, akan lebih pas bila mengawasi jumlah pemain Marseille yang masuk dan coba ciptakan superioritas jumlah di lini depan. Untuk sedikit penjelasan, coba lihat gambar di atas. Pada gambar di atas, terlihat tiga pemain Marseille - di lini depan - berhadapan dengan lini belakang Bastia yang tempatkan empat + satu pemain. Secara jumlah, yang dilakukan Bastia sudah ideal. Tetapi, bila ternyata Payet dan Ayew bergerak lebih ke depan dan masuk ke lini belakang Bastia, sudah tentu Bastia perlu memastikan bahwa mereka tidak inferior dalam hal jumlah pemain. Caranya, menambah jumlah pemain untuk menciptakan situasi jumlah yang lebih menguntungkan.

Fase Menyerang

Pada fase menyerang, secara umum ada dua fase dalam permainan Marseille. Fase pertama, ketika bola mendekati kotak penalti dan pemain-pemain marseille memperbanyak jumlah kehadiran mereka di lini belakang lawan. Fase kedua, ketika bola diarahkan ke dalam kotak penalti.

Kalau anda lihat dua gambar dua gambar di atas, Marseille menempatkan tiga pemain dan empat pemain di lini depan. Sekarang, coba bandingkan dengan situasi dalam gambar di bawah.

Formasi penyerangan (yang ekstrem) di menit 52:05. Situasi ini memperlihatkan Marseille yang menempatkan enam pemain di lini depan. Bastia meresponnya dengan tempatkan tujuh pemain.

Kali ini Marseille menyerang (sekaligus menekan) lini belakang Bastia dengan menempatkan enam pemain. Bastia meresponnya dengan menempatkan tujuh pemain belakang. Dari situasi ini, ada dua fakta yang didapatkan. Pertama, sesuai yang dijelaskan pada penjelasan di atas - fase build up 2-3-2-3 - yaitu, tentang Bastia, yang idealnya, melakukan penambahan jumlah bek disebabkan oleh Marseille yang menambah jumlah penyerang. Usaha menambah jumlah pemain adalah, tentang penciptaan superioritas jumlah pemain untuk mempertahankan kompaksi. Kedua, adalah tentang bagaimana ekstremnya Marseille terus berusaha menahan Bastia untuk bermain deep sehingga mengurangi frekuensi serangan Bastia. Dengan cara ini, Marseille memiliki kesempatan lebih banyak untuk menyerang dan mempertahankan bola untuk bergulir lebih banyak di pertahanan Bastia.

Dalam menyerang, Marseille tampak lebih banyak berusaha mengeksploitasi area luar dan mereka bermain dengan bentuk yang sangat melebar. Bek sayap Marseille bergerak secepat mungkin ke depan dan mengisi area touchline atau lakukan gerakan inversi dan mengisi half space. Dalam fase ini, pola yang terlihat adalah, satu pemain pertama sebagai pemain yang berposisi paling luar, satu pemain berada dekat pemain pertama - sama-sama berada di koridor vertikal area sayap - dan satu pemain lagi berada di dekat keduanya, menempati half space. Gambar di bawah jadi salah satu contoh.

Eksploitasi area sayap menit 00:33. Tiga pemain berada di koridor vertikal area sayap. Djédjé berlaku layaknya bek sayap klasik yang bergerak di sekitar touchline (sebagai pemain pertama), Payet menjadi pemain yang berada di dekatnya - sama-sama menempati area sayap, sementara Thauvin bergerak ke dalam dan menempati half space.

Indikasi pergerakan pemain-pemain Marseille pada gambar di atas (menit 00:33) menjadi gambaran struktur pergerakan menyerang pemain-pemain Marseille. Pada saat bola diarahkan ke kotak penalti (bila Marseille melepaskan umpan silang melambung, mayoritas umpan diarahkan ke tiang jauh), akan ada tiga sampai empat pemain Marseille yang memenuhi area tengah kotak penalti. Dalam situasi ini, Marseille (seperti) memainkan enam pemain depan.

Memainkan tiga pemain Sampai empat pemain di dalam kotak penalti atau menempatkan enam sampai tujuh pemain di lini depan adalah, soal overloading. Adalah, tentangpenciptaan superioritas jumlah. Prinsip yang sama yang juga diterapkan Marseille ketika mereka berusaha masuk melalui zona 14 (area tengah), ketika Marseille mencoba masuk lewat tengah.

Marseille mencoba masuk melalui zona 14

Perhatikan tiga pemain yang berada di lini penyerangan. Di sana ada Romain Alessandrini, Andrew Ayew, dan Lucas Ocampos yang masuk ke lini belakang Bastia dan ciptakan situasi 3v3. Michael Batshuayi - yang masuk menggantikan Gignac - turun ke bawah untuk menjemput bola sekaligus “menarik” satu pemain belakang Bastia. Pergerakan inversi Ocampos juga berhasil memancing satu bek Bastia untuk merapat ke tengah sekaligus membuka ruang di half space kiri Bastia. Ruang di half space ini yang coba dimanfaatkan oleh Baptiste Aloe.

Dilihat dari kualitas teknis, Bastia bukanlah lawan Marseille. Berkali-kali superioritas teknis pemain-pemainnya (selain buruknya kompaksi pertahanan Bastia) membuat Marseille mampu melewati hadangan one on one pemain-pemain Bastia. Gol yang diciptakan Payet dan Lucas Ocampos menjadi contoh. Dalam beberapa situasi perebutan bola pun Marseille mampu memenangkannya dikarenakan teknik individual pemain yang lebih baik dari Bastia.

Bentuk Pertahanan

Marcelo Bielsa merupakan pemuja sitem penjagaan yang berorientasi pada penjagaan perorangan.

Pressing blok tinggi dalam transisi bertahan, menit 16:19. Orientasi pada pemain lawan dan memaksa Bastia melakukan umpan jauh.

Pressing menit 26:16

Bentuk pertahanan Marseille menit 69:50. Bola pada akhirnya direbut kembali oleh Marseille, setelah Fanni sukses merebut bola yang lolos dari pengawalan N’kolou.

Kelemahan

Taktik apa pun selalu memiliki sisi terkuat dan terlemah. Begitu pun dengan sistem ala Bielsa yang digunakan Marseille dalam pertandingan ini. Kelebihan sistem Bielsa adalah transisi menyerangnya yang cepat (direct play-based) sangat berpotensi merusak bentuk pertahanan lawan. Kelebihan teknik Dimitri Payet juga menjadi hal yang menguntungkan. Selain Payet, kehadiran Andrew Ayew yang memiliki mobilitas dan mampu memainkan peran hibrid no. 6/8 dengan sangat baik. Ia mampu tampil sebagai no. 6 dan membantu pertahanan saat fase bertahan, serta bermain sebagai no. 8, bergerak ke depan dan muncul dari lini kedua untuk masuk ke lini serang tim.

Di sisi lain, dengan cara main yang sangat agresif seperti ini, Marseille menjadi memiliki beberapa titik yang mungkin dimanfaatkan lawan. Titik pertama yang mungkin dieksploitasi tim yang lebih baik, macam Paris St. Germain (PSG) atau Barcelona, terletak pada sistem penyerangan mereka yang bisa mendatangkan akibat negatif pada transisi bertahan. Sering kali, dalam usaha mengeksploitasi wide area lawan, kedua bek sayap Marseille berposisi terlalu jauh ke depan. Beberapa kali, ruang di wide area Marseille terbuka lebar karena hal ini.

Titik kedua ada pada pergerakan ke depan oleh Ayew , terutama ketika meghadapi tim yang kuat di tengah, seperti Juventus. Bila pada saat menyerang Ayew berada dalam posisi di depan dan di saat bersamaan serangan Marseille mampu dihentikan serta lawan menyerang lewat tengah. Hal yang membahayakan karena lini tengah Marseille (area no. 6) hanya dijaga oleh Giannelli Imbula).

Titik ketiga adalah soal Dimitri Payet. Pemain ini sangat memiliki kelebihan teknis yang bagus. Ia sering mampu lolos dalam pertarungan one on one. Tetapi, bila lawan mampu ciptakan formasi marker-cover yang tepat dan memiliki defender dengan kemampuan individu hebat, sangat mungkin Payet dan mampu dihambat, yang pada gilirannya mengurangi ketajaman serangan Marseille.

Titik keempat ada pada sistem man to man Bielsa. Sistem ini bila dijalankan dengan kurang tepat dapat merusak kompaksi tim. Ini yang terjadi ketika bek sayap Marseille mengaktifkan man to man mode pada waktu yang kurang tepat (terlalu cepat). Ini yang terlihat dalam beberapa momen, saat Bastia menyerang dan bek sayap Marseille langsung melakukan pressing pada pemain sayap Bastia. Karena timing yang terlalu cepat, bek sayap menempati posisi terlalu ke depan dan membuka area di sayap belakang.

Penggunaan man to man dengan intensitas terlalu tinggi juga berbahaya bagi pertahanan secara umum. Saat Marseille dikalahkan oleh PSG 2-3 di Velodrome, ini yang terjadi. Bek tengah Marseille lakukan man to man marking yang mana mereka sampai meninggalkan posisi mereka di sentral pertahanan terlalu jauh ke depan dan merusak pertahanan sendiri.

@ryantank100

Blogger penggemar analisa taktik sepakbola, menulis di berbagai situs sepakbola.

bottom of page