Konflik PSSI-Menegpora yang tambah meruncing membuat kita makin rindu dengan tim nasional. Dalam sebuah obrolan tengah malam dengan kolega saya Rochmat Setiawan (Dribble9) dan Noval Aziz (Fandom), tiba-tiba muncul topic hangat tentang timnas idaman versi masing-masing.
Secara bergiliran kami ajukan skuad idaman Tim Garuda dari mulai penjaga gawang hingga striker. Tak sekedar nama, kami juga deskripsikan cara main yang tepat sesuai kualitas skuad. Diskusi makin hangat saat mendiskusikan taktik melawan beberapa tim imajiner. Di tulisan ini, saya ingin berbagi timnas idaman versi saya. Ingat ini cuma khayalan lho!
Bukan rahasia lagi public sepakbola Indonesia selain dewakan kemenangan, tetapi juga rindukan tontonan sepakbola atraktif menghibur. Diperlukan sebuah playing style yang memang dimainkan untuk mencapai kemenangan. Bukan playing style yang dimainkan dengan tujuan “tidak kalah”.
Untuk itu, penulis sepakat Timnas Idaman harus memainkan sepakbola proaktif. Maksud proaktif adalah saat menyerang berusaha terus mendominasi possession. Tentu saja possession efektif, yang mengalternatifkan permainan vertical-horizontal sesuai situasi. Playing style proaktif ini juga berlaku saat bertahan. Dimana pertahanan digalang bukan untuk menunggu kesalahan lawan, tapi untuk rebut bola secepat mungkin. Alias effective pressing!
Skuad Istimewa
Untuk timnas negeri antah-berantah yang tak berprestasi seperti Indonesia, diperlukan terobosan luar biasa. Tak mungkin Indonesia berprestasi istimewa dengan playing style dan pemain rata-rata air. Ya, setelah ditetapkan playing style istimewa, perlu dilakukan pemilihan skuad yang “outside the box”.
Ide tergres adalah memilih pemain se-teknikal mungkin. Pemain yang mampu memposisikan diri baik, sehingga punya ruang dan waktu lebih untuk kuasai bola dan ambil keputusan berikut. Ciri ini tentu banyak dimiliki gelandang. Nah, penulis meyakini Timnas Idaman harus diisi banyak gelandang.
Skuad Timnas Idaman
Inilah 22 pemain skuad Timnas Idaman dengan formasi 1-4-4-2 Diamond. Formasi ini dipilih dengan pertimbangan memainkan sebanyak mungkin gelandang. Terobosan istimewa adalah menempatkan 3 gelandang pemegang bola sebagai stoper. 1 stoper asli hanyalah Ahmad Jufriyanto yang sejatinya juga gelandang.
Keberadaan gelandang di lini belakang tak lain untuk memuluskan build up from the back. Penulis merasa kebanyakan stoper ISL masih tradisional. Kalaupun build up terjadi, selalu dimulai dari gelandang yang jemput bola. Bukan stoper yang bawa naik ke ruang kosong untuk ciptakan menang jumlah orang di tengah. Duet Bima/Dedi dengan Zul/Jupri punya kualitas mumpuni untuk penuhi tuntutan tersebut.
Dalam proses building up from the back, diperlukan juga kiper berteknik menyerang ulung. Ini memusingkan, sebab tak satupun kiper-kiper ISL penuhi kriteria. Nyaris tak ada kiper ISL mampu memposisikan diri prima untuk opsi backpass. Lalu nyaman di-backpass dan kemudian punya variasi tendangan pendek-lambung, dekat-jauh akurat ala Ter Stegen.
Lagi, pilihan “outside the box” harus diambil. Pilihan jatuh ke Adixi Lenvizio, kiper ke-2 Persija Jakarta. Pemain belia ini cukup nyaman terima backpass. Variasi tendangan pendek-lambung, dekat-jauh jadi kelebihannya. Pilihan berjudi ini di-back up dengan keberadaan Made sebagai kiper berpengalaman. Meski penulis sebenarnya tak yakin Made mampu memulai serangan dari bawah dengan baik.
Serang dari Tengah
Saat build up, idenya adalah ciptakan jumlah lebih di bawah. Katakan lawan main 1-4-3-3, maka tercipta 5 (4+1 GK) vs 3. Selalu ada pemain belakang yang free dan dengan bola bisa drive dengan dribbling atau passing ke depan. Situasi yang menjanjikan central overload. Dimana 4 gelandang akan mendominasi permainan dalam situasi 4v3.
Situasi build up dengan lawan 3 striker
Jika lawan pakai 2 striker, Maitimo menyelip diantara Bima dan Zulfiandi. Efeknya, terjadi 4 (3+1 GK) vs 2 di bawah. Ruben dan Ridwan juga dapat naik ke depan jadi sayap. Konsekuensinya, formasi attack jadi 1-3-3-4 yang menjanjikan flank overload. Di kiri ada Bima, Taufik, Ruben. Sedang di kanan ada Zul, Evan, Ridwan plus Boaz yang gemar melebar.
Rotasi bila lawan gunakan 2 striker.
Ada dua alternative pilihan penyerangan. Pertama, melalui area sentral dengan ciptakan jumlah lebih di tengah (central overload) gunakan kuartet gelandang. Katakanlah lawan memiliki 3 gelandang, maka dimanfaatkanlah situasi 4v3 di tengah. Penting untuk Ruben dan Ridwan aktif naik agar memaksa sayap lawan tetap melebar. Jika keduanya pasif, maka sayap lawan bisa membantu 3 gelandang mereka. Lalu 4v3 akan jadi 4v5.
Situasi 4v5 vs 1-4-2-3-1, jika Ruben & Ridwan pasif.
Kemungkinan besar pemain yang free adalah Maitimo atau Lilipaly. Jika lawan gunakan 1 gelandang bertahan 2 gelandang serang, maka kemungkinan 2 gelandang serang akan terkonsentrasi menjaga Evan dan Taufik. Lalu 1 gelandang bertahan akan menjaga Lilipaly. Maitimo yang bebas tak terjaga bisa lakukan drive untuk bersama Taufik dan Evan ciptakan 3v2 kontra 2 gelandang serang lawan. Pemain yang lepas bisa ke depan akan ciptakan lagi 2v1 dengan Lilipaly kontra gelandang bertahan lawan.
Situasi Maitimo Free
Situasi Lilipaly Free
Sebaliknya, jika lawan gunakan 2 gelandang bertahan, situasi makin menguntungkan. Gelandang serang/second striker lawan akan konsentrasi jaga Maitimo. Lalu Taufik, Lilipaly dan Evan akan nikmati situasi 3v2 persis di depan lini belakang lawan. Pemain yang lepas ke depan bersama Boaz dan Van Dijk akan dapatkan situasi 3v2 kontra 2 stoper lawan.
Serang dari Sayap
Alternatif penyerangan berikutnya adalah mengeksploitasi area sayap dengan menciptakan jumlah lebih di area pinggir. Formasi 1-4-4-2 Diamond menjanjikan banyak pemain yang bisa eksploitasi area Halfspace. Area halfspace adalah irisan antara area tengah dan area pinggir. Penulis lebih suka sederhanakan dengan istilah area “nanggung”. Ya nanggung, di tengah tapi juga di pinggir!
Dalam hal ini pemain kunci di area “nanggung” adalah Taufik dan Evan. Lalu Bima dan Zulfiandi yang melebar, dengan Maitimo turun menyelip diantara keduanya. Terakhir adalah dua striker yang melebar ke pinggir. Pemain ini bisa beropasi di tengah, tapi juga di pinggir sesuai situasi yang berkembang.
Jika, Timnas Idaman turunkan duet Van Dijk dan Boas, maka pola penyerangan menjadi asimetris. Misal Boas bermain striker berat ke kanan, maka saat Timnas ingin menyerang dengan flank overload di kanan, Boaz bisa melebar. Tak terbayang dahsyatnya kolaborasi Ridwan, Evan, Boaz dibantu Zulfiandi di kedalaman.
Flank Overload dari Kanan vs 1-4-2-3-1
Van Dijk merupakan striker murni yang dipatok di tengah. Tentu ia tidak dituntut untuk melebar. Untuk itu saat Timnas menyerang dengan flank overload dari kiri, diperlukan sedikit rotasi. Dalam hal ini Taufik harus melebar mengisi ruang di pinggir, lalu Lilipaly dan Evan menyesuaikan di tengah. Sehingga area pinggir tetap ramai dengan Ruben, Taufik, Lilipaly dibantu Bima di kedalaman.
Flank Overload dari Kiri vs 1-4-2-3-1
Tentu hal ini akan berubah total bila Timnas turunkan duet Boaz-Greg. Tipikal keduanya gemar melebar. Pola flank overload timnas di kanan dan kiri bisa menjadi lebih simetris. Keuntungannya, Lilipaly bisa tetap focus di depan boks. Kerugiannya, variasi serangan lebih minim. Timnas tak mungkin memainkan bola direct dan early cross tanpa Van Dijk. Untung-rugi ini bisa dipertimbangkan menyesuaikan karakter lawan.
Pressing Tinggi
Mimpi buruk terbesar duet Bima-Zulfiandi adalah duel udara. Kelemahan postur membuat keduanya sering kalah duel udara. Satu-satunya solusi adalah pressing tinggi. Guna cegah lawan lakukan umpan lambung ke kotak penalty. Dengan bertempur di area lawan, Timnas akan terhindar dari bola lambung dari tengah ke kotak.
Untuk melakukan pressing tinggi, formasi timnas dengan 2 striker sangatlah ideal. Akan terjadi situasi direct duel 2v2 dengan 2 stoper lawan. Akan tetapi, formasi 1-4-4-2 Diamond tidak memiliki akses pressing horizontal. Dengan tidak adanya sayap, fullback lawan akan menjadi sangat berbahaya dengan area yang begitu luas.
Oleh sebab itu, Timnas Idaman akan melakukan transformasi menjadi 1-4-4-2 double flat. Dengan meminta Lilipaly dan Maitimo berduet menjaga area tengah, lalu menggeser Taufik dan Evan sedikit melebar. Ini dibuat agar Evan dan Taufik punya akses pressing pada dua fullback lawan. Sehingga tercipta situasi pressing tinggi 4v4 di depan kotak penalty lawan.
High Pressing 1-4-4-2 Double Flat vs 1-4-2-3-1
Konsekuensi seperti di gambar ialah Maitimo dan Lilipaly harus bertemu dengan situasi 2v3 di tengah. Berangkat dari konsekuensi tersebut, kerja Taufik, Van Dijk, Boaz dan Evan dalam pressing pada back four lawan haruslah maksimal. Pilihannya cuma dua, yaitu lawan kehilangan bola di area tersebut atau lawan lakukan long pass dari area tersebut.
Jika bocor, alternative lain adalah Bima naik lakukan pressing samakan jumlah 3v3 di tengah. Lalu lini belakang bertransformasi menjadi back three. Ini menimbulkan konsekuensi lain, yaitu 3v3 di belakang. Artinya permainan kemudian mengarah ke man to man 1v1 di seluruh penjuru lapangan.
Situasi saat Bima Naik untuk Bantu Pressing di Tengah
Situasi lain yang paling mengerikan adalah situasi Defend Set Pieces. Cornerkick dan freekick akan menjadi masalah besar untuk Timnas Idaman. Jalan pertama tentu saja tim harus semaksimal mungkin menghindari lawan bisa menguasai bola di area Timnas. Jika gagal, pastikan jangan ceroboh buat foul di area sendiri.
Jika ternyata free kick atau corner kick masih terjadi juga, maka organisasi defend set piece menjadi kunci. Dalam hal ini defend set piece dengan model man to man marking bukanlah pilihan bijak. Menyesuaikan dengan lawan, timnas harus memainkan zona marking atau minimal mixed marking. Dalam hal ini, peran Van Dijk juga harus dimaksimalkan. Inilah sebab lain penulis lebih menyukai duet Van Dijk-Boaz ketimbang Greg-Boaz. Utilitas Van Dijk dalam defend set pieces amat mumpuni.
(Bersambung)
@ganeshaputera