top of page
K! EVENT
Recent Posts

Prancis vs Portugal: Menunggu Siapa Tim yang Tak Menunggu?

Final EURO 2016 mempertemukan Prancis, sang tuan rumah kontra Portugal. Setelah EURO 1984 dan Piala Dunia 1998, Prancis mampu menjadi juara di tanah leluhur sendiri, kini Griezmaan dkk kembali ingin buktikan kehebatan mereka memanfaatkan factor tuan rumah. Laga ini juga emosional bagi Deschamps. Ia ingin memenangkan Piala Eropa sebagai kapten, sekaligus sebagai juru taktik.

Sebaliknya Portugal ingin mencoba peruntungan untuk merebut Piala Eropa perdananya. Tampil pas-pasan di penyisihan dan babak knock-out awal, akhirnya Ronaldo dkk mampu menang meyakinkan atas Wales di semifinal. Tentu, Cristiano Ronaldo tak ingin bernasib sama dengan Lionel Messi, rivalnya. Selalu sukses memenangkan berbagai gelar di level klub, Ronaldo dan Messi memang belum memberikan sebiji gelarpun untuk negaranya.

Gaya Serupa

Hasil istimewa di semifinal, diyakini membuat kedua pelatih yakin untuk mempertahankan komposisi skuadnya. Prancis akan tetap dengan 14231. Lloris mengawal lini belakang bersama Evra, Umtiti, Koscielny dan Sagna. Pogba dan Matuidi akan menjaga kedalaman di tengah. Diapit oleh Sissoko di kanan dan Payet di kiri. Griezmann tetap di posisi favoritnya mengapung di belakang Giroud.

Portugal tampil dengan 1442. Patricio akan menopang kuartet Guerrerio, Fonte, Pepe dan Cedric. William Carvalho akan kembali mengisi posisi jangkar diapit oleh Mario dan Sanchez. Adrien akan mainkan posisi No.10 melengkapi formasi berlian Portugal. CR7 dan Nani menjadi duet striker maut di lini depan.

Hal yang paling menarik dari laga Final EURO 2016 ini adalah kemiripan gaya bermain dan kekuatan kedua tim. Santos dan Deschamps sama-sama menang meyakinkan di semifinal dengan gaya serupa. Yakni bermain pasif, mengorganisir pertahanan blok rendah dan membiarkan lawan banyak menguasai bola.

Blok pertahanan rendah kedua tim juga mirip. Portugal mainkan blok 14312, sedang Les Blues mainkan blok 1442 Narrow ala Atletico. Fokus pertahanan blok rendah mereka juga sama. Yaitu focus melindungi area tengah. Dimana lawan dibuat kesulitan untuk melancarkan passing vertical ke depan melalui area tengah. Artinya baik Wales ataupun Jerman dipaksa untuk bermain menepi. Logikanya, serangan dari pinggir akan memiliki dimensi arah yang lebih minim.

Berdasarkan fakta tersebut, diyakini jalannya laga di menit-menit awal akan berlangsung dalam penuh kewaspadaan. Dimana kedua tim cenderung hati-hati saat menguasai bola. Mereka tidak berani menyerang menggunakan banyak pemain. Pikiran kedua tim selalu terbelah saat menyerang. Menguasai bola, tetapi banyak memikirkan serangan balik lawan.

Portugal Man to Man

Pada akhirnya, sepakbola secara alami mentakdirkan bahwa dalam satu momen, bola harus dikuasai salah satu tim. Sehingga momen penguasaan bola tidak dapat dihindari. Suka tidak suka, sedikit atau banyak, tim pasti akan menguasai bola. Untuk itu penting bagi Santos dan Deschamps merumuskan cara menyerang yang tepat untuk dapat mencetak gol. Sekaligus menghindari serangan balik lawan.

Mengingat kedua tim pada dasarnya tidak terlalu ingin menguasai bola, kemungkinan Prancis akan mengambil inisiatif. Sebagai tuan rumah, Prancis terangsang untuk kuasai bola saat Portugal tak menginginkannya. Jika ini terjadi, Deschamps harus menemukan solusi membongkar pertahanan blok rendah Portugal.

Deschamps harus mengantisipasi dua skenario. Pertama, bila Portugal mainkan pertahanan blok rendah yang berorientasi pada man to man marking. Sejatinya, pada beberapa laga sebelumnya, Portugal gemar mainkan model ini. Praktis Kroasia dan Polandia kesulitan untuk melakukan progresi serangan ke depan saat hadapi Pepe dkk.

Tantangan pertama adalah bagaimana cara Prancis memprogresi serangan dari lini belakang ke tengah? Mengingat terjadi situasi 2v2 antara Koscielny-Umtiti kontra Nani-CR7. Biasanya, Prancis akan menaikkan fullbacknya katakanlah Evra untuk menurunkan gelandang apit lawan. Kemudian Matuidi akan sedikit melebar manfaat ruang tersebut agar tercipta 3v2.

Situasi itu kemudian diikuti dengan masuknya Payet ke tengah. Sehingga Joao Mario kesulitan memilih. Apakah focus di tengah menjaga jalur passing ke Payet atau menjaga Evra yang naik? Kemungkinan lain adalah Evra dibiarkan bertemu 1v1 dengan Cedric. Jika ini yang terjadi maka Cedric akan naik lebih tinggi terpisah dari barisan back 4 nya. Lubang besar di belakang fullback itu harus dimanfaatkan oleh Payet, Giroud atau Griezmann.

Antisipasi Serangan Balik

Skenario berikutnya adalah Portugal memainkan pertahanan blok rendah 1442 berliannya dengan pendekatan zonal. Jika ini yang dipilih Bento, maka ia perlu lebih cerewet pada CR7 dan Nani. Bukan rahasia lagi, keduanya lebih focus pada serangan balik dan kurang disiplin dalam bertahan. Ada baiknya, Santos tugaskan CR7 dan Nani untuk memaksakan Umtiti-Koscielny dan satu gelandang Prancis yang turun untuk melakukan progresi lewat tengah.

Situasi ini memudahkan kinerja Adrien sebagai No.10. Juga membuat Mario dan Sanchez tidak perlu melebar terlalu dini. Efek positifnya, Mario dan Sanchez dapat terfokus melindungi area tengah. Dengan kata lain menutup jalur passing ke Griezmann dan Payet yang doyan masuk ke tengah. Pada akhirnya Prancis akan bermain melebar, tetapi trio Mario-Carvalho-Sanchez bisa tetap bergeser di kedalaman.

Skenario ini harus disikapi Deschamps dengan bijak. Sebab pendekatan Pertugal yang lebih zonal akan membuat Prancis lebih sulit mencari ruang antar lini untuk permainan vertical. Alternatif yang mungkin bisa dilakukan adalah permainan diagonal ke sisi lapangan lain. Misal serangan terprogresi dari kiri, Matuidi bisa menjadi batu loncatan untuk memindahkan arah serangan ke Sissoko atau Sagna. Harapannya 4 gelandang berlian Portugal lambat bergeser dan tercipta 2v1 di pinggir.

Hal terpenting yang harus diingat Deschamps ialah cara menyerang adalah cara bertahan. Artinya Prancis harus memastikan saat menyerang, struktur posisi pemainnya berada dalam posisi menguntungkan untuk mengantisipasi serangan balik. Dalam hal ini yang paling mengerikan adalah situasi 2v2 di bawah saat Les Blues menyerang. Oleh sebab itu Deschamps harus memastikan suatu struktur posisional yang memudahkan Prancis lakukan counterpress agar bola belum sempat sampai ke CR7 atau Nani.

Gol Pembuka dan Bola Mati

Kecenderungan kedua tim bukan jagoan dalam menyusun serangan terorganisir, maka keberadaan gol pembuka menjadi sangat krusial. Tentu, bila tim telah unggul, otomatis lawan yang tertinggal akan keluar menyerang. Jelas ini momen menguntungkan, sebab kedua tim terkenal jago mengorganisir pertahanan blok rendah dan lancarkan serangan balik.

Nah, untuk mendapatkan gol pembuka, keberadaan bola mati harus diutilisasi dengan baik. Ingat, Portugal makin nyaman bertahan saat CR7 mampu mengkonversi tendangan penjuru jadi gol pembuka. Lalu, Jerman makin menderita saat Griezmann mampu lesatkan tendangan penaltynya jadi gol pembuka.

Memaksa lawan bermain dengan gaya yang tidak disukainya adalah kata kunci untuk memenangkan laga final EURO 2016 ini. Cara memaksanya adalah dengan membuat gol pembuka. Nah bola mati adalah cara efektif bikin gol pembuka. Menarik untuk ditunggu, siapa tim yang tak mau menunggu di St Denis? Selamat menunggu!

@ganeshaputera

Co-Founder KickOff! Indonesia

Pusat Kepelatihan Sepakbola

*tulisan asli dari yang dimuat di bola.com

bottom of page