Skuad besutan Alfred Riedl sukses memainkan debut perdana pasca sanksi FIFA dengan kemenangan meyakinkan 3-0 atas Malaysia. Boas Sallosa dkk yang dipersiapkan untuk gelaran AFF 2016 tampil dengan muka-muka baru. Dimana beberapa pemain belia semacam Yanto dan Evan memberi warna baru untuk Timnas Garuda. Hanya saja meski menang dengan skor telak, Timnas masih belum terlalu teruji. Buruknya permainan Malaysia membuat laga persahabatan ini belum dapat dijadikan tolok ukur terlalu jauh. Di samping itu, timnas juga belum tampil dengan skuad utuh akibat pembatasan 2 pemain per klub.
Riedl seperti biasa tampil dengan formasi 1442. Andritany mengawal gawang bersama kuartet Rahman, Fahruddin, Yanto dan Benny. Duet lini tengah ditopang oleh Evan Dimas dan Bayu Pradana, didampingi Zulham di kiri dan Andik di kanan. Boas, sang kapten berdampingan dengan Irfan Bachdim sebagai ujung tombak.
Malaysia sendiri memainkan 1433. Fahmi menjadi palang pintu terakhir menopang back four: Azrif, Fahli, Ronny, Davies. Trio lini tengah diisi oleh Brendan, Irfan dan Badrol yang banyak beroperasi di lini serang. Zack dan Safawi menopang Amri Yahya yang bermain sebagai juru gedor di depan.
Blok Pertahanan Medium
Secara natural, tumbukan antara 1442 dan 1433 menyajikan beberapa isu kunci. Pertama, bagaimana Malaysia harus membuild-up serangan dalam situasi natural 4v4 di bawah. Dimana back four Malaysia akan memiliki direct opponent yakni 2 striker dan 2 winger Indonesia. Isu berikutnya adalah bagaimana Indonesia harus mengatasi situasi 2v3 di area sentral. Logikanya Evan dan Bayu harus mengatasi trio Brendan, Irfan dan Badrol.
Isu pertama ternyata benar-benar menjadi petaka bagi pasukan Harimau Malaya. Tampak sekali dalam game tersebut, Ong Kim Swee memang berencana untuk melakukan build up yang konstruktif dengan passing pendek dari lini ke lini. Hal ini terlihat dari selalu melebarnya Fahli dan Ronny untuk menciptakan width saat menguasai bola.
Hanya saja, Malaysia terlihat kebingungan untuk membongkar blok medium yang diperagakan oleh 2 winger dan 2 striker Indonesia. Ada beberapa usaha yang coba dilakukan Malaysia untuk memprogresi bola ke lini berikut. Pertama Brendan turun mendekati duet Fahli-Ronny. Sayang gerakan Fahli seperti tanggung-tanggung. Ia seperti hanya ingin menjadi pilihan passing diagonal bagi stoper. Faktanya, hal itu tak terjadi mengingat salah satu gelandang Indonesia selalu mengikutinya. Meski terjadi 2v1 di MF dengan tertariknya satu gelandang Indonesia, tetapi keberadaan 2 gelandang Malaysia lain tak terakses.
Cara lain yang dilakukan Tim Negeri Jiran ini adalah wide rotation di sebelah kiri. Dimana Safawi masuk ke tengah, Azrif agak naik, lalu Irfan turun ke halfspace sebelah kiri. Ini membuat Fahli memiliki pilihan free di sebelah kiri sebagai koneksi untuk progresi ke depan. Hanya saja cara ini mentah akibat begitu baiknya timnas kita mengorganisir pertahanan blok medium. Zulham dan Andik sebagai sayap di sisi jauh lapangan (ballfar winger) juga sangat disiplin untuk ikut masuk ke dalam saat Malaysia memainkan bola di sisi lapangan berlainan.
Organisasi pertahanan blok medium Indonesia patut diacungi jempol. Pada levelnya, organisasi 1442 Riedl menyerupai Atletico Madrid-nya Simeone. Begitu kompak, begitu padat, dengan intensitas pergeseran dan pressing yang pas. Tak heran Indonesia sukses mencetak dua gol awal dari situasi ini. Memang bek Malaysia melakukan blunder. Tetapi blunder tersebut tak lain adalah kesuksesan blok pertahanan medium timnas memaksa lawan berbuat salah.
Problem Timnas
Anehnya, pertahanan blok medium rapi tidak diikuti saat melakukan blok pertahanan rendah. Selepas gol kedua apalagi ketiga, timnas memelorotkan blok pertahanannya menjadi lebih rendah. Kerapatan pertahanan malah hilang. Ballfar winger di sisi jauh lapangan sering sekali tidak masuk ke tengah. Mereka malah cenderung turun lebih ke dalam hampir segaris dengan fullback. Untung saja, positioning pemain Malaysia amat buruk dalam menyerang. Mereka gagal eksploitasi ruang di belakang atau di depan back four timnas.
Kehebatan Indonesia dalam mengorganisir pertahanan blok medium juga tidak terjadi saat Evan Dimas dkk menguasai bola. Boleh dibilang kedua tim yang berlaga di Stadion Manahan semalam adalah dua tim yang gagap dalam menyerang. Saat memulai serangan, Alfred Riedl terjebak pada problem klasik sepakbola Indonesia. Dimana kedua stoper tidak pernah digunakan untuk memprogresi serangan ke depan.
Konsekuensinya, timnas sangat bertumpu pada Evan dan Bayu. Keduanya harus turun jauh ke bawah untuk menjemput bola dan memprogresi serangan. Turunnya dua gelandang tentu membuat timnas kehilangan koneksi progresi di lini berikutnya. Beberapa kali timnas bisa memprogresi lewat Zulham atau Andik yang masuk ke tengah. Sayang, di saat kedua sayap sudah masuk ke tengah, Rahman dan Benny kurang aktif untuk naik menjaga kelebaran di depan.
Bedanya dengan Malaysia, timnas kita tak mau ambil resiko saat melakukan build up. Jika Malaysia berusaha “belajar” untuk membuild up serangan secara kontruktif dengan passing pendek dari lini ke lini, maka Fachruddin dkk cenderung mainkan long ball langsung ke depan. Memang Malaysia belum berhasil menemukan solusi semalam, tetapi usaha mereka untuk terus mencari kemungkinan progresi layak diapresiasi. Meski resikonya, mereka harus rela menderita dua gol mudah di awal pertandingan.
Kesimpulan
Isu pertama tumbukan 1442 vs 1433 di laga ini adalah situasi 2v2 (4v4) di lini belakang Malaysia saat fase build up. Jelas di fase ini Malaysia gagal mencari solusi yang tepat untuk keluar dari situasi ini. Tak heran pada situasi ini pulalah Malaysia justru melakukan blunder yang berakibat pada kebobolan mudah.
Sebaliknya Indonesia berhasil menemukan solusi tepat pada isu kalah jumlah pemain 2v3 di area tengah. Yaitu dengan pertahanan blok medium yang begitu rapat. Dimana Boas dan Irfan dengan sabar tidak melakukan pressing agresif ke 2 stoper Malaysia. Keduanya focus berdiri menutup jalur passing ke depan dengan baik. Zulham dan Andik juga senantiasa masuk merapat ke tengah saat serangan terjadi di sisi lapangan yang lain. Sehingga situasi natural 2v3 di tengah tak pernah benar-benar terjadi.
Hasil positif ini harus disikapi bijak oleh staf pelatih, pengurus dan public sepakbola. Terlalu dini untuk menyimpulkan kualitas timnas yang sebenarnya dari game semalam. Malaysia tampil begitu buruk dengan intensitas sirkulasi bola dan pressing lamban. Bahkan dengan lawan buruk sekalipun, timnas masih bermasalah dengan pertahanan blok rendah dan saat membangun serangan. Mudah-mudahan dengan berjalannya waktu plus skuad yang lebih lengkap, timnas akan tampil lebih baik di Piala AFF 2016. Sukse