“Tulisan berikut ini adalah imaji belaka dan tidak benar-benar terjadi. Kesamaan nama dan tokoh adalah untuk kepentingan estetika tulisan.”
Dua jam pasca kemenangan Timnas Indonesia kontra Singapura 2-1 di Rizal Memorial Stadium, pengurus PSSI baru melakukan gebrakan fenomenal. Melalui bantuan kontak dan jaringan Erick Thohir, PSSI berhasil mendapatkan bantuan konsultasi dari Diego Simeone, juru latih Atletico Madrid.
Simeone diterbangkan PSSI ke Jakarta pasca kemenangan Atleti kontra Osasuna 3-0. Tiba di Jakarta, Senin malam (29/11), El Cholo langsung dijamu makan malam oleh Alfred Riedl beserta seluruh staf pelatih timnas. Pertemuan berlangsung hingga larut tengah malam. Simeone dan Riedl berdiskusi hangat soal evaluasi taktik timnas.
KickOff! Indonesia beruntung mendapat kesempatan eksklusif untuk mewawancarai Diego Simeone. Berikut petikan wawancaranya:
Buenos noches Diego, como estas? (Selamat malam, apa kabar?).
Bien (baik).
Bisa diceritakan suasana diskusi dengan Alfred Riedl dan stafnya tadi?
Diskusi hangat dan membangun. Riedl, pelatih senior berpengalaman. Kehormatan bagi saya melihat keterbukaannya. Mengingat ide dan konsep saya amat subyektif. Ia yang lebih tau kondisi skuad dan cara terbaik untuk menang. Kami berdiskusi banyak hal, seperti formasi 1442, pressing style dan alternative taktikal lainnya.
Anda sempat nonton game Indonesia. Komentar tentang permainan Indonesia?
Jujur, level sepakbola Indonesia rendah. Tim bermain dengan intensitas pelan. Pemain kesulitan implementasi prinsip taktik sederhana. Mereka lakukan pressing seperti ayam tanpa kepala. Lari tanpa alasan kuat soal posisi, timing, arah dan kecepatan pressing.
Untungnya kecuali Thailand, kualitas lawan di Piala AFF 2016 serupa. Lawan Vietnam di semifinal, Indonesia berpeluang besar menang. Thailand berkualitas lebih baik dari kontestan lain. Indonesia bisa saja kalahkan Thailand. Tetapi pemain Indonesia harus berdarah-darah plus beruntung untuk menang. Saya doakan itu terjadi.
Publik Indonesia mengkritik formasi 1-4-4-2 Riedl yang dianggap usang. Tanggapan Anda?
Salah kaprah besar. Saya rasa Anda (media) bertanggung jawab. Media selalu memberi stigma “usang” atau “modern”.
Pertama, formasi hanyalah deretan angka. Berangkat dari game model, formasi adalah panduan dalam komunikasi bermain. Titik awal yang menolong seorang pemain memahami gerakan 10 rekannya pada tiap situasi. Dengan terprediksinya kawan, pemain cukup antisipasi lawan. Ini membuat pemain hanya pikirkan 11 orang lawan dan bola. Tentunya, lebih mudah ketimbang harus memikirkan 21 orang (10 kawan, 11 lawan) dan bola yang tak terprediksi.
Kedua, tujuan permainan sepakbola adalah menang! Dengan cara cetak gol lebih banyak daripada lawan. Game model dan formasi adalah alat untuk capai tujuan tersebut. Tugas pelatih adalah pertimbangkan skuad dan berbagai factor eksternal untuk mencari game model dan formasi yang buat tim menang. Kalau formasi usang bisa bikin tim kita menang, mengapa tidak?
Ketiga, setiap game model dan formasi memiliki plus minus. Tim yang bisa aplikasikan game model dengan formasinya mendekati sempurna akan mengekspos kelebihan dan sembunyikan kekurangan. Buat pelatih, gim model dan formasi terbaik adalah yang dapat diimplementasi oleh skuad mendekati sempurna. Bukan sekedar kuno, usang, modern. Omong kosong!
Anda bisa menceritakan gambaran umum formasi 1442?
Di dunia sepakbola, ada berbagai macam implementasi 1442. Tapi secara umum, formasi 1442 dengan lini belakang dan tengah sejajar (two banks of four) memiliki beberapa konsekuensi positif. Pertama, formasi ini mengcover area secara horizontal. Empat orang yang berdiri sejajar menjamin kompaksi dan kelebaran sekaligus. Kedua, formasi ini juga mengcover area secara vertical. Keberadaan dua striker di depan menjamin vertical presence untuk pressing.
Minusnya, formasi ini hanya menyajikan 3 lini. Bila jarak antar lini ideal saat bertahan adalah maksimal 10 meter, maka tim sulit untuk memiliki akses pressing jauh ke depan terhadap centerback lawan. Diperlukan transformasi dan transposisi untuk menambah lini jika ingin lakukan high pressing. Hal minus lain adalah ketiadaan pemain pelapis di ruang antar lini. Tentu, hal minus natural ini nothing, bila telah diantisipasi.
Banyak analis bicara soal kalah jumlah 2v3 di tengah, saat 1442 kontra 1433. Bagaimana penjelasan Anda?
Itu adalah fakta! Hanya, perlu diingat bahwa sepakbola dimainkan oleh dua tim dengan jumlah pemain sama. 11 lawan 11. Artinya jika suatu tim mengalami underload (kalah jumlah pemain) di suatu area, maka tim akan mengalami overload (menang jumlah pemain) di lokasi yang lain.
Dalam hal ini, formasi 1442 secara natural akan manyajikan 2v3 kontra 1433. Tetapi secara natural juga akan sajikan situasi 2v1 di bawah dan 2v2 (4v4) di depan. Sebelum lawan bisa mengekspos menang jumlah 3v2 di tengah, mereka perlu pikirkan cara 2 centerback progresi bola kontra 2 striker kita. Selain itu pemain lain juga tidak statis, melainkan bergerak mengecil ciptakan kompaksi. Sehingga situasi natural tersebut tak terjadi.
Bagaimana cara Anda secara spesifik mengatasi situasi 2v3 tersebut?
Dengan positioning prima, situasi itu tidak eksis. Pertama, kedua striker bisa lakukan marking cover. Bola di centerback kanan, striker kiri press dengan menutup jalur passing ke dalam. Memaksa lawan passing ke pinggir. Striker kanan melakukan cover sambil berorientasi pada gelandang #6 lawan. Kedua midfield four harus melakukan zonal defending narrow untuk focus lindungi area sentral. Ketika 4 gelandang berdiri sangat dekat, lawan kesulitan lakukan vertical pass ke depan. Itulah sebab situasi 2v3 sebenarnya tidak eksis.
Pada konteks Atleti, 1442 kami tidaklah statis. Saat mainkan high pressing 1442 dapat bertransformasi menjadi 14411, 14132, dst tergantung lawan. Saat mainkan low block defending, kami sering bertransformasi menjadi 14141 atau 14420. Pada kasus 14420, berarti Torres dan Griezmann sebenarnya telah menjadi gelandang. Sebab keduanya akan memiliki direct opponent gelandang bertahan lawan. Akhirnya, kami juga bertransformasi ciptakan menang jumlah pemain di suatu area!
Tapi kami bermasalah dengan 2v3 di tengah kontra Thailand?
Boaz-Lerby tidak cukup disiplin melindungi sektor tengah dan memaksa lawan passing ke pinggir. Hal lain adalah midfield four Indonesia tidak cukup compact melindungi area tengah. Padahal area tengah adalah lokasi dimana Thailand memiliki keunggulan jumlah pemain. Jika mereka lebih narrow, Thailand akan memprogresi via pinggir.
Problem terbesar adalah empat gelandang Indonesia sangat man oriented. Terutama Andik. Ia sering dekat ke fullback/wingback lawan saat bola masih di tengah. Ia buka gap untuk lawan terima passing vertical di ruang antar lini. Thailand ekspos area itu dengan striker No.9 drop atau gelandang serang No.18 bergeser. Ini juga terjadi di dua laga lainnya. Tak heran Indonesia sering kebobolan dari sisi kanan. Andik pemain hebat saat penetrasi solo dan counter attack, tapi perlu perbaiki defendnya.
Publik mencaci Yanto Basna bermain buruk kontra Thailand dan Filipina?
Kontra Thailand, Yanto membuat blunder pada gol pertama. Selanjutnya ia tampil tak jelek. Publik hanya melihat ujung kejadiannya saja. Ia kelihatan buruk, karena selalu terkena situasi kalah jumlah, akibat buruknya midfield defending. Justru di game terakhir kontra Singapura, ia bermain buruk karena selalu membuat pelanggaran tak perlu. Saat menang, banyak hal salah menjadi benar!
Apa yang perlu diwaspadai kontra Vietnam?
Vietnam bukan tim istimewa. Mereka bermain 1442 statis. Saat build up, mereka bermain dengan fullback rendah. Empat bek mereka berdiri nyaris sejajar. Sebenarnya, tak banyak yang mereka bisa lakukan, bila 4 gelandang Indonesia memilih lebih pasif. Keempat bek Vietnam hanya akan lakukan pasing horizontal tak berbahaya. Hanya saja, bila Andik tak sabar dan segera mempressing bek kiri Vietnam, hancurlah Indonesia.
Seperti biasa akan terbuka gap untuk lawan lakukan vertical pass di ruang antar lini. Pada konteks Vietnam, rotasi antara striker kiri Vietnam dan sayap kiri berkombinasi dengan gelandang kiri amat mulus. Terkadang vertical pass akibat gap itu diterima oleh striker kiri yang drop. Atau sayap kiri yang masuk ke dalam. Bisa dikatakan itulah satu-satunya ancaman untuk Indonesia.
Sebaliknya bila midfield four Indonesia disiplin narrow menjaga daerah, maka melihat kualitas Vietnam, mereka akan memainkan long ball. Sesuatu yang lebih mudah diantisipasi bek Indonesia. Selain itu dengan narrow, Indonesia menyisakan ruang untuk fullback lawan naik. Jika ini terjadi, Boaz-Lerby bisa manfaatkan situasi counter attack 2v2 di ruangan besar.
Apa nasihat Anda untuk pemain?
Pesepakbola top level selalu disiplin dalam taktik permainan. Kunci memenangkan permainan adalah disiplin taktik. Hal berikutnya adalah “telur besar”. Bermain dengan antusiasme dan nyali untuk buktikan kalian punya “telur besar”. Ada kalanya taktik tak berjalan atau pemain salah aplikasikan taktik. Pada situasi itu hanya “telur besar” yang bisa menjaga permainan tetap pada jalur kemenangan.
Muchas Gracias Diego, hasta lavista.
Con gusto! Salam “telur besar”!
“Tulisan di atas ini adalah imaji belaka dan tidak benar-benar terjadi. Kesamaan nama dan tokoh adalah untuk kepentingan estetika tulisan.”
@ganeshaputera
Co Founder kickoffindonesia.com
Pusat Kepelatihan Sepakbola