top of page
K! EVENT
Recent Posts

Merumuskan Kreatifitas di Sepakbola (Bagian-1)


Kreativitas dipandang sebagai elemen kunci dalam berbagai bidang, baik dalam berbisnis, desain grafis, maupun sepakbola. Ia merupakan sebuah elemen yang berperan besar dalam menemukan solusi tidak biasa. Tetapi, sayangnya, di sisi lain, dengan besarnya kepercayaan akan kekuatannya, kreativitas juga sekaligus sering diabaikan. Pengabaian terhadap kreativitas banyak disebabkan oleh pandangan terhadap yang seakan-akan berhenti sampai di sebuah titik di mana makna, nilai, dan fungsi esensialnya tidak terdefinisi, dipahami, dan dimanfaatkan pada konteks yang semestinya.

Tulisan ini mencoba memaknai kreativitas berdasarkan teori dan bukti ilmiah hasil penelitian para ahli, untuk kemudian dilanjutkan dengan kaitan antara kreativitas dengan sepakbola dan bagaimana usaha memunculkan dan memanfaatkannya pada konteks yang semestinya.

1) The Investment Theory Robert J. Stenberg

Melalui The Investment Theory-nya, Robert J. Stenberg menyebutkan 6 tumpuan yang saling terkait (interrelated) sebagai sumber kreativitas (Stenberg, 2006). Keenam tumpuan tersebut, adalah:

  • Intelectual-skill, yang terbagi ke dalam tiga ketrampilan, yaitu: kemampuan sintetis (melihat pokok masalah melalui beberapa sudut pandang); kemampuan analitis (mengenali opsi atau ide mana saja yang sebaiknya diteruskan/dipakai); dan kemampuan praktis (menerapkan sekaligus membawa orang lain ikut serta dalam penerapan ide/opsi)

  • Knowledge, yaitu pengetahuan, termasuk pengalaman, terkait.

  • Motivation, yang terdiri dari motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri: cinta, kesenangan, antusiasme terhadap sesuatu hal, dll; dan motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan yang berasal dari luar: kekayaan, kepopuleran, keunggulan atas kompetitor, dll. (Deci; Deci and Ryan, 1985 seperti yang disebutkan oleh Vallerand, 1997). Dari kedua jenis motivasi ini, motivasi intrinsik merupakan motivasi yang dipercaya, oleh semua pakar, memiliki kekuatan lebih besar dalam melahirkan solusi kreatif.

  • Thinking style, yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, memanfaatkan pengetahuan deklaratif serta kemampuan motorik dalam pemecahan masalah.

  • Personality, yaitu keinginan mengalahkan hambatan, keberanian mengambil risiko, dll.

  • Environment, yang memuat segala hal mengenai lingkungan yang mendukung ide/hobi/cara kerja seseorang atau lingkungan di mana seseorang terbiasa/merasa nyaman/merasa cocok dalam usahanya untuk memecahkan masalah.

Oleh Stenberg, hubungan antara 6 tumpuan memiliki keterkaitan yang mana mereka dapat saling memperkuat satu sama lain dan ada saatnya ketika satu atau dua dari keenam tumpuan tersebut mampu menutupi kekurangan dari tumpuan lain (Stenberg, 2006).

Framework of creativity oleh Stenberg dan Lubart.

Berikut sebuah contoh imajiner di mana motivation, (domain-specific) knowledge, dan intellectual-skill mampu menutupi kekurangan dukungan environment. Dalam sebuah overload serangan di half-space kiri di sepertiga tengah lawan, Isidorusseno menemukan struktur posisional dan kemampuan rekan setim (lingkungan/environment) kurang mendukung untuk dapat melewati pressing lawan dengan “bersih”, bila timnya bersikukuh untuk berprogres melalui koridor-koridor di sekitar sisi kiri lapangan. Tetapi, karena faktor motivasi (motivation), pengetahuan spesifik terkait struktur dan model permainan tim, dan ketrampilan intelektual (sintetis, analitis dan praktis), Isidorusseno mengidentifikasi seorang rekannya - sebut saja Mawar - yang “bebas” di sayap kanan sebagai opsi yang paling ideal untuk berpenetrasi ke dalam kotak 16 lawan.

Dengan kemampuan motoriknya, Isidorusseno berhasil melepaskan umpan cungkil, menggunakan kaki kiri, dalam posisi tubuh yang sedikit menghadap ke sisi kiri lapangan, ke kanan, ke zona, kepada Mawar. Aksi yang mengejutkan lawan. Alhasil, umpan ini berhasil menggoyahkan compactness horisontal lawan. Inisiatif cepat Isidoruseno mengijinkan timnya untuk mendapatkan situasi menang jumlah (no. 2 + Mawar vs no. 11 tim putih) di tepi kanan, setelah no. 2 yang menyadari potensi strategis aksi Isidoruseno segera bergerak naik mendekati Mawar untuk membantunya bertransisi dari koridor tepi ke dalam kotak penalti lawan.

Opsi progresi tim Kuning vs blok rendah tim Putih.

Poin lain yang juga penting untuk selalu dipahami adalah, kreativitas, berdasarkan The Investment Theory-nya Stenberg, juga termasuk pengambilan keputusan. Dan, karenanya, pandangan bahwa kreativitas adalah juga pengambilan keputusan (decision-making) membuat kreativitas menjadi sebuah elemen yang sangat dapat diperbaiki dan dikembangkan melalui latihan, tanpa melupakan keharusan untuk memiliki faktor penguat lain demi solusi yang unik dan kontekstual.

“…Flexibility has to be trained, especially extraordinary solutions that surprise the opponent.” (Memmert & Roth, 2007).

Kreativitas dapat dilatih!

2) Peran knowledge (pengetahuan) dalam kreativitas

‘‘No creative person can get along without previous experiences or facts. . .” (Guilford, 1950), mengindikasikan bahwa knowledge merupakan elemen penting dalam berpikir kreatif.

Dalam proses menemukan solusi, di mana rangsangan/informasi masuk dan otak mulai meresponnya, kepemilikan akan knowledge (pengetahuan) spesifik (domain-specific knowledge) memegang peranan penting. Knowledge dapat diakuisisi baik sambil jalan (learning by doing) maupun pra-proses (latihan sebelum bertanding, membaca, atau berdiskusi). Kepemilikan pengetahuan memiliki peran yang besar dalam memulai proses kemunculan ide/opsi kreatif.

Tanpa detail memadai dalam satu domain pengetahuan spesifik membuat tingkat kemahiran (expertise-level) menjadi cetek. Dan berpotensi mempersulit, ketika Anda diminta untuk berpikir divergent (divergen) demi mendapatkan solusi kreatif.

Dalam proses pemecahan masalah, struktur (hirarki), volum (jumlah dan relasi), dan konten (isi) dari domain pengetahuan spesifik menjadi karakter penting dalam mengakses informasi untuk menentukan masalah “sebenarnya”. “Knowledge was important to recognizing the true nature of the problem, and thus enabling the selection of an effective solution strategy.” (Scott, 1999).

Ketika seorang pemain profesional kurang/tidak mendapatkan pelatihan dasar dalam tataran strategis yang memadai (under-coached), ia tidak memiliki pengetahuan (teori/landasan berpikir) yang cukup untuk memahami mana area yang menguntungkan (terkait model permainan), mana area yang sebaiknya dihindari, mana area yang bisa digunakan secara tidak langsung sebagai akses masuk ke ruang strategis tertentu, apa saja opsi perilaku (prinsip) ketika menguasai bola dan tanpa bola, bagaimana, di mana, dan kenapa ia harus bersikap dalam momen-momen spesifik, dll.

Tanpa pengetahuan dasar terkait yang memadai, level kecerdasan bermainnya (playing-intelligence)-nya juga tidak cukup mumpuni dalam mendukung dirinya untuk terlibat positif ke dalam permainan (game-sense). Menurut Prof. Daniel Memmert, intelligence bersumber dari convergent thinking (pola pikir konvergen) yang berpengaruh besar kepada game sense, sangat terutama pada level strategis (Memmert, Tactical Creativity in Invasion Game).

Tanpa kecerdasan memadai, pemahamannya akan konsep bermain, spasial, dan posisional - terkait struktur dan prinsip-prinsip dasar secara strategis - berada di level yang rendah. Walaupun kecerdasan dan kreativitas tidak selalu berbanding lurus, tetapi kekurangan pada kecerdasan memiliki potensi melemahkan level kreativitas taktik (tactical-creativity). Kecerdasan taktik yang rendah berimbas kepada kualitas kreativitas taktik individual dan kolektif.

Tanpa/ketidak cukupan modal terhadap kedua hal ini – kecerdasan dan kreativitas - membuat seorang pemain kesulitan menentukan masalah “sebenarnya” dan memilih solusi yang tepat. Akibatnya, aksi-aksinya hanya bernilai di saat-saat tertentu, yang mana di sebagian besar aksi lainnya dieksekusi tanpa konteks strategis yang tepat, tanpa logika taktik yang semestinya.

Level dan link simpul (node) dalam struktur berbentuk pohon. Diadaptasi dari Scott (1999).

Dalam struktur berbentuk pohon (tree-like structural), jumlah level simpul (top-down) yang merupakan turunan dari domain, merepresentasikan komponen depth (kedalaman); berhubungan dengan tingkat keterperincian content (isi) pengetahuan terhadap konsep dari domain tertentu. Kekuatan hubungan (link) antarsimpul - ditandai dengan garis yang lebih tebal - merepresentasikan komponen breadth (keluasan) dan alternatif-alternatif yang tersedia dalam setiap level atau antarlevel.

Depth dan breadth sama-sama berperan dalam memicu respon kreatif. Keduanya saling menguatkan satu dengan yang lain. Ketika seseorang memiliki depth dari satu domain spesifik, ia memiliki level-kepakaran (expertise-level) dari domain tersebut. Bila diterjemahkan ke dalam diagram, level depth-nya terlihat panjang sekali ke bawah.

Tingkat kecerdasannya untuk domain ini membuat dirinya dengan mudah menyelesaikan problem terkait yang mana titik masalahnya jelas dan jawabannya bersifat eksak. Scott (dalam Encyclopedia of Creativity), menyebutnya sebagai well-defined problem yang penyelesaiannya dilakukan melalui pola pikir konvergen (convergent).

Namun, jika detail pengetahuannya “berhenti” pada satu domain spesifik dan sub-domain lain tidak saling terhubung atau terhubung dengan lemah, tipe pakar seperti ini akan mengalami kesulitan ketika harus berhadapan dengan permasalahan yang membutuhkan pola pikir divergen (divergent).

Guntur Utomo, PELATIH MENTAL Timnas U-19, mengatakan, kreativitas merupakan salah satu penanda ketika seorang manusia dapat menggunakan kapasitas otaknya secara maksimal. Teorinya ini sejalan atau mengandung pengetian yang serupa dengan apa yang dikatakan Scott, bahwa seseorang yang “memiliki” beberapa domain spesifik dan mampu menciptakan hubungan antar konsep.

Saat itulah ia memiliki ketiga karakteristik (volum, konten, dan struktur) pengetahuan, sehingga sangat cocok ketika berhadapan dengan permasalahan yang, oleh Scott, diistilahkan sebagai ill-defined problem. Yang mana pemecahannya membutuhkan pola pikir divergen.

Menurut Scott, dalam proses menemukan solusi, konvergen dan divergen memiliki persamaan. Yaitu, respon yang dihasilkan merupakan hasil dari pencarian/eksplorasi pengetahuan di dalam memori. Peningkatan hubungan antarkonten, vertikal maupun horisontal, akan diaktivasi dan menaikan kemungkinan respon kreatif. Komponen depth dan breadth sama-sama diakses dalam proses pencarian ini.

Sarnoff Mednick memberikan sebuah teori menarik tentang bagaimana kreativitas beroperasi, yang dinamainya associative theory (teori asosiatif). Dalam teorinya, serendipity, similarity,dan mediation merupakan tiga komponen operasional kreativitas yang dimaksudkannya.

Sebagai tambahan, Mednick mengatakan, “Associative gradient with wide breadth represents a broad search, slower solution speeds, less accuracy and detail, and a higher probability of examining the usefulness of peri- or extra-domain, ``remote’’ material in the problem solving process. The type of thinking represented here is often referred to in the literature as divergent thinking and, according to Mednick, it represents the type of thinking needed to produce creative results.”

Mednick juga menyarankan “…it is the frequency with which the thinker has performed similar search (which is a form of practice) that contributesto the automaticity in responding (Mednick seperti yang dijelaskan Scott, 1999).

Yang menarik dari teori Mednick di atas adalah, kesemuanya terhubung erat, sepakat, dan memiliki keselarasan berpikir/proses dengan aksi/operasi kreatif dalam sepakbola. Dalam ujaran kedua, Mednick menekankan pentingnya “pengulangan” pencarian yang (dapat) memberikan kontribusi terhadap automasi respon. Dalam sepakbola, “pengulangan” pencarian yang dikatakan Mednick bisa diterjemahkan sebagai “pengulangan” dalam latihan dan mendapatkan pengalaman dari pertandingan kompetitif.

Penekanan pada “pengulangan”, elemen asosiatif (konteks yang spesifik), dan automasi respon, sejalan dengan apa yang disampaikan Antonio Damasio. “Automation, or habit as the result of knowledge, comes from mental images that were created through experience, conscious or unconscious, retained in the memory… used to support decisions and reactions to certain situations. This allows subjects to get rid of the basic element of execution to concentrate on motor performances that are technically more complex (2000, direfrensikan oleh Tamarit, 2014).

Terkait pentingnya konteks - serta pengetahuan sebagai tumpuan -, studi yang dilakukan oleh Ulric Neisser juga memperkuat teori Mednick. Neisser membuktikan, “Behaviour turns out to be context-dependant and knowledge-dependant than we used to think” (Neisser, 1994, direfrensikan oleh Memmert, 2006).

3) Definisi kreativitas dan berpikir kreatif

Dalam poin no. 2 di atas disebutkan beberapa istilah seperti, originality, fluency, dan flexibility. Pertanyaannya, apakah yang dimaksud originality, fluency, dan flexibility? Dan apa kaitan ketiganya dengan kreativitas?

Untuk memahami bagaimana sebuah aksi/solusi bisa dikatakan kreatif, kita kembali kepada makna kreativitas yang telah disepakati secara luas dalam berbagai sub pembelajaran pemecahan masalah. Kreativitas dapat didefinisikan sebagai the production of relevant and effective novelty (Cropley, 1999). Stenberg sendiri, mendefinisikan kreativitas sebagai … the ability to produce work that is both novel (i.e. original, unexpected) and appropriate (i.e. useful, adaptive concerning task constraints)" (Sternberg and Lubart, 1999) dalam buku Handbook of Creativity yang diedit sendiri oleh dirinya.

Perhatikan kata-kata bergaris bawah pada paragraf di atas. Makna esensi kreativitas terdiri dari novelty dan appropriate/relevant/effective. Kandungan novelty dan appropriatness sebagai esensi kreativitas juga disampaikan oleh pakar-pakar lain. Salah satunya, Donald MacKinnon. Dalam sebuah seminarnya yang berjudul Intelligence and Creativity, pada sebuah Kongres Internasional Psikologi Terapan, McKinnon juga menyampaikan definisi serupa, bahwa kreativitas merupakan sebuah produk yang novel dan relevant.

Novelty dideskripsikan sebagai aksi/solusi tidak terduga; tidak biasa/unik. Sementara appropriate dikaitkan sebagai kebergunaan, kesesuaian konteks, dan relevansi. Dua variabel ini membangun makna esensial kreativitas. Tetapi, bila Anda berhenti sampai di sini tanpa berusaha mendalami variabel yang menyusun definisi kreativitas, krisis makna terjadi.

Dengan mengartikan novelty sebagai orisinal menjadikan esensi kreativitas menjadi kehilangan kekuatannya. Kenapa? Sederhana saja, tanyakan pada diri Anda, apakah masih ada atau seberapa banyak aksi/solusi yang benar-benar orisinal di jaman yang serba terbuka ini.

Pernah melihat Michael Laudrup melepaskan umpan tipuan cungkilan melewati blok rendah Nigeria di Piala Dunia 1098?

Assist Michael kepada Ebbe Sand.

Atau, gol indah Francesco Totti ketika AS Roma berhadapan dengan Inter Milan di pertandingan Serie A?

Gol tendangan cungkilan Totti.

Atau, umpan brilian Andres Iniesta yang membuat Dani Alves berhadapan langsung 1v1 dengan Manuel Neuer?

Umpan Iniesta kepada Dani Alves.

Aksi-aksi di atas merupakan contoh aksi cepat motorik yang mengundang decak kagum, tidak terduga, sekaligus memberikan keuntungan taktis. Apakah contoh-contoh tersebut merupakan aksi-aksi yang baru pertama kali dipraktikan? Tidak. Apakah ada pemain lain yang pernah mempraktikan sebelumnya? Ada.

Walaupun sudah pernah dilakukan oleh pemain lain, apa yang ditampilkan oleh Scholes, Totti, dan Iniesta termasuk dalam aksi kreatif. Ada kreativitas taktik di dalamnya. Ada orisinalitas di dalamnya. Pertanyaannya, bagaimana sesuatu yang sudah pernah dan berulang-ulang dilakukan oleh banyak orang sebelumnya tetap dianggap orisinal ketika ada orang lain yang baru mempraktikannya saat ini?

Demi menjawab pertanyaan ini, kita bisa kembali mengacu kepada teori lain Stenberg. Justifikasi terhadap pendapat di atas menjadi logis bila dikaitkan dengan Propulsion-Theory milik Stenberg.

Creative contributors make different decisions regarding how to express their creativity. We proposed a propulsion theory of creative contributions (Sternberg, 2006).

Propulsion Theory mempelajari delapan tipe dorongan/penggerak dalam mengembangkan kreativitas berdasarkan investasi ide yang dilakukan terhadap sumber kreativitas. Dari delapan tipe dorongan yang ditawarkan oleh Propulsion Theory, kita bisa membedakannya menjadi tiga kelompok besar.

Tipe penggerak/pendorong yang menerima/setuju dengan paradigma saat ini diserta usaha pengembangan.

Replication:

Replikasi, meniru ulang.

Redefinition:

Memaknai dua atau lebih hal yang sama dengan sudut pandang berbeda.

Forward Incrementation:

Maju satu langkah ke depan dan tetap searah dengan pergerakan awal.

Advanced forward incrementation:

Bergerak maju dua langkah atau lebih serta tetap searah dengan pergerakan awal.

Tipe penggerak/pendorong yang “kurang setuju” dengan paradigma saat ini disertai usaha penggantian.

Redirection:

Mengubah arah/berbelok dari pergerakan yang sedang berjalan.

Reconstruction redirection:

Kembali ke posisi/kondisi/bentuk awal/terdahulu, kemudian bergerak maju, tetapi berbeda arah dengan pergerakan terdahulu.

Reinitiation/restart:

Mengubah kondisi/bentuk sehingga sama sekali baru dibandingkan bila dibandingkan titik awal/mulai yang ada sebelumnya.

Tipe penggerak/pendorong yang menggabungkan paradigma-paradigma berbeda menjadi satu model utuh.

Integration:

Menggabungkan dua domain berbeda menjadi kesatuan utuh.

Dari sisi elemen penyusun dan aksi-aksi yang dilakukan pelaku, sepakbola merupakan sebuah olahraga tim yang menuntut subjek untuk lebih banyak menghasilkan aksi yang bersifat divergent-production.

Divergent-production generate from the memory storage in an open-ended manner new information from given information with a substantial variety and quantity of output from the same source (e.g., writing an essay, making a speech, or generating informal conversation.) (Michael,1999).

Seperti juga menulis esai atau berpidato tanpa teks, sifat aksi yang dilakukan dalam aktivitas sepakbola memiliki kesamaan yaitu, berhadapan dengan banyak opsi serta mendapatkan solusi berdasarkan konteks, opsi, pengetahuan si pelaku, dan penilaiannya terhadap kualitas opsi.

Sebelum Iniesta melepaskan umpan kepada Alves ke dalam kotak 16, ia memiliki opsi umpan lain - ke area tengah di zona 14, misalnya -. Tetapi, Don Andres memilih melepaskan umpan kepada Alves karena, menurut penilaiannya yang mengacu kepada taktik, opsi-Alves mengandung kemungkinan menciptakan gol yang lebih besar serta lebih sulit diantisipasi oleh taktik bertahan Bayern.

Dalam pola pikir divergen, berdasarkan model yang dikembangkan oleh Guilford (1967), kualitas kreativitas taktik dinilai berdasarkan tiga kriteria utama, yaitu fluency (jumlah), originality (tingkat unik), dan flexibility (keberagaman).

Tiga solusi kreatif taktik oleh pemain (no. 7) yang berada di zona 15.

Fluency, seperti yang dijelaskan di atas, diukur berdasarkan jumlah solusi taktik. Fluency dari solusi yang ditampilkan oleh no.7 dalam infografik di atas berjumlah tiga.

Originality diukur berdasarkan seberapa jarang, secara statistik, dipraktikan. Originality bisa dinilai dengan membandingkan:

  • Semua solusi dari satu pemain di area-area yang berbeda;

  • Semua solusi seorang pemain dibandingkan dengan aksi yang dilakukan rekan-rekan setim atau pemain lawan; atau

  • Semua solusi dari satu pemain dari pertandingan yang berbeda.

  • Semua solusi dari subjek dibandingkan untuk menilai tingkat keunikannya.

Flexibility adalah keberagaman solusi. Secara umum, flexibility aksi no.7 dalam infografik di atas berjumlah dua. Ragam pertama dilakukan dengan melepaskan umpan (seperti gambar 1 dan 3). Sementara, ragam kedua dilakukan dengan melakukan pergerakan tanpa bola,

menciptakan inattentional-blindness bagi lawan yang mengakibatkan terciptanya ruang bagi no. 9 untuk menerima umpan cungkil dari no. 8.

- bersambung -

@ryantank100

analis dan blogger taktik

bottom of page