Sidang FIFA pada tanggal 24 Oktober 2019 telah memutuskan Indonesia menjadi Tuan Rumah Piala Dunia U20 pada tahun 2021. Keputusan FIFA ini tentu menjadi sesuatu yang sangat membanggakan. Di tengah berbagai pekerjaan pembinaan sepakbola usia muda yang tengah digalakkan giat oleh PSSI, masyarakat sepakbola Indonesia mendapatkan “bonus” event internasional prestisius. Event yang mampu memberikan “percepatan” agar Tim Nasional Junior berlaga di Piala Dunia Junior bersanding sejajar dengan negara sepakbola mapan.
Sebagai orang yang turut berkecimpung di pembinaan sepakbola usia muda selama hampir 15 tahun terakhir, perasaan penulis campur aduk deg-deg-ser menyambut berita ini. Perasaan awal tentu saja bahagia bukan main. Pagelaran internasional sekelas Piala Dunia U20 tentunya akan menjadi momentum untuk percepatan peningkatan prestasi sepakbola Indonesia.
Sudah pasti seluruh pemain, pelatih, wasit, pengurus, fans akan sangat antusias menyambut event ini. Jutaan anak Indonesia yang bermimpi ingin menjadi pesepakbola dijamin makin bersemangat latihan, karena dengan Indonesia 2021, mimpi mereka menjadi nyata dan hadir di depan mata langsung. Tentu, kebahagiaan penting lainnya adalah jaminan bahwa pagelaran ini akan mendorong pembangunan infrastruktur sepakbola berupa stadion dan tempat latihan berstandar internasional.
Kecemasan
Di sisi lain, Indonesia 2021 juga menyimpan kecemasan bagi penulis. Kecemasan itu berupa pertanyaan besar “Setelah Piala Dunia U20 Indonesia 2021, trus Apa?” Pertanyaan cemas ini didasari fakta bahwa beberapa Tuan Rumah Piala Dunia U20 sebelumnya tidak mendapatkan efek positif apapun terhadap prestasi Tim Nasional Senior-nya. Contoh paling dekat adalah Malaysia saat jadi tuan rumah Piala Dunia U20 tahun 1997. Timnas Senior Malaysia ya gitu-gitu aja.
Kecemasan ini menjadi dering alarm bahaya. Jangan sampai sukses Indonesia dalam melaksanakan Piala Dunia U20 2021 berhenti begitu saja. Lalu, jangan sampai katakanlah sukses Timnas U20 di Indonesia 2021 nantinya tidak memberi efek positif apapun terhadap prestasi Timnas Senior setelahnya. Pada akhirnya, puncak dari segala kerja pembinaan sepakbola adalah prestasi Tim Nasional Senior.
Kecemasan lain yang menyergap adalah kebiasaan buruk bangsa kita mengerahkan seluruh dana, daya, usaha dan upaya hanya pada satu event besar. Indonesia 2021 harus jadi inspirasi penyemangat untuk seluruh aktivitas sepakbola. Dari mulai Timnas segala kelompok, Liga Profesional-Amatir, Elite Pro Academy, Pendidikan Pelatih-Wasit, dll. Jangan sampai konsentrasi berlebih pada Indonesia 2021 membuat kita seolah menganak tirikan aktivitas lainnya.
Timnas U20 tidak boleh menjadi anak emas dibandingkan timnas lainnya hanya karena Indonesia 2021. PSSI juga harus terus mengerahkan dana, daya, usaha dan upaya pada semua timnas secara bijak dan proporsional. Timnas U16 misalnya juga harus terus diupayakan untuk bisa lolos ke Piala Dunia U17 di Peru 2021. Demikian juga dengan timnas Senior, Timnas U23, Timnas Wanita dan Timnas Wanita U16. Ingat, seluruh timnas itu penting!!
Tidak untuk TC Jangka Panjang
Kecemasan menyikapi Indonesia 2021 makin menjadi saat banyak pihak mulai mewacanakan agar Timnas U20 untuk melakukan persiapan gaya jadul bernama TC Jangka Panjang. Idenya sederhana, PSSI diminta membentuk Super Team berisikan 25 pemain, kemudian diberi pelatih nomor satu, lalu dikirim berlatih dan ujicoba di negara sepakbola maju. Katakanlah 3 bulan di Italia, 3 bulan di Inggris, 3 bulan di Belanda, 3 bulan di Spanyol dan seterusnya.
Ide ini memang terlihat sederhana dan luks. Ibarat abracadabra sulap, hasil positif model TC ini bisa jadi akan terlihat instant. Dengan model ini, diyakini Timnas U20 bisa meraih hasil maksimal di Indonesia 2021. Mungkin menembus 8 besar, semifinal atau final sekalipun. Hanya saja, kalaupun cara instant ini diyakini akan efektif, mungkin PSSI (atau pemerintah) perlu berpikir seribu kali untuk melakukannya. Mengapa?
Problem terbesar dari TC Jangka Panjang adalah kita hanya terfokus menggantungkan harapan prestasi di Indonesia 2021 hanya dengan berinvestasi pada 25 orang. Bagaimana mungkin kita akan mendapatkan 11 pemain terbaik apabila hanya ada 25 orang yang berkompetisi untuk memperebutkannya. Padahal sepakbola adalah permainan dinamis dimana kita membutuhkan ratusan pemain yang berkompetisi untuk menjadi 11 terbaik.
Hal negatif berikutnya dari TC Jangka Panjang adalah 25 pemain tersebut banyak berlatih dan sedikit bertanding dalam kompetisi formal. Sebagian besar waktu akan digunakan untuk berlatih dan ujicoba non formal. Pada akhirnya pemain kita akan sulit bersaing dengan pemain negara lain yang setiap akhir pekan selalu berkompetisi. Kebosanan dalam TC pun akan melanda.
Terakhir, hal negatif dari TC Jangka Panjang adalah tidak adanya “legacy” yang ditinggalkan PSSI pasca Indonesia 2021. Struktur fondasi rumah sepakbola akan hancur, karena klub akan kehilangan pemain terbaiknya dalam waktu panjang. Akademi klub akan berjalan di tempat. Kompetisi Usia Muda hambar kehilangan gairah. Kebijakan yang mengatasnamakan Tim Nasional tanpa disadari malah menggembosi Tim Nasional itu sendiri di masa mendatang. Sebab klub yang kuat akan membentuk tim nasional yang kuat!
Memberikan “Legacy”
Indonesia 2021 harus menjadi momentum untuk membangun fondasi rumah sepakbola yang solid. Tujuan utama pembangunan fondasi rumah sepakbola adalah untuk memberikan “legacy” di masa mendatang. Dimana pasca Indonesia 2021, sepakbola Indonesia akan semakin berkembang, sehingga pada akhirnya Timnas Senior juga bisa menembus level dunia.
PSSI harus berpikir kreatif keluar dari kotak. Perlu dirumuskan suatu strategi dimana Timnas U20 bisa berprestasi di Indonesia 2021, tapi melalui peningkatan kinerja Akademi Klub, kualitas Kompetisi Usia Muda, Pendidikan Pelatih dan juga pengembangan Grassroot. Artinya penting untuk PSSI membuat suatu program terintegrasi dan holistic, dengan menggunakan Indonesia 2021 sebagai basis pemicunya.
Penulis menawarkan beberapa gagasan inovatif yang layak untuk diimplementasi PSSI demi mencapai prestasi Timnas U20 di Indonesia 2021. Sekaligus untuk memperkuat Akademi Klub, Kompetisi Usia Muda, Pendidikan Pelatih dan Grassroot.
1/ Wajib Main U20 di Liga 1
PSSI dapat mengeluarkan Regulasi wajib memainkan minimal 2 orang Pemain U20 selama minimal 45 menit di Liga 1. Regulasi ini akan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pemain U20 untuk merasakan atmosfer kompetisi level tinggi. Pelatih Timnas U20 paling tidak setiap pekannya akan melihat minimal 36 pemain U20 yang bertanding secara kompetitif di kompetisi senior. Matang di Kompetisi!
2/ TC Buka Tutup
PSSI bisa melakukan TC berjalan dengan sistim buka – tutup. Katakanlah dibuat dengan format 3 minggu Kompetisi – 1 minggu TC. Di saat tertentu, Timnas dapat melakukan TC lebih panjang berdurasi 2-3 pekan di negara sepakbola maju atau untuk mengikuti turnamen. Harapannya, pemain akan ditempa oleh kompetisi, tetapi chemistry dan level komunikasi timnas tetap terbangun optimal melalui TC rutin berkala.
3/ Ekspansi dan Modifikasi Kompetisi Elite Pro Academy
Indonesia 2021 harus jadi momentum untuk meningkatkan kualitas Kompetisi Elite Pro Academy. Ekspansi bisa dilakukan dengan menambah jumlah pertandingan di Liga 1 U20, U18 dan U16. Alokasi dana untuk TC Jangka Panjang bisa direlokasi untuk Subsidi Kompetisi Elite Pro Academy. Selain ekspansi, PSSI juga perlu melakukan modifikasi kelompok usia untuk memastikan target scouting pemain timnas terjamin menit bermainnya dengan lawan kompetitif. Misal bisa dilakukan berbagai inovasi berikut: Liga 1 U20
Kelahiran 2000, Joker 2 pemain 1998-1999.
Minimal ada 3 pemain 2001 wajib main selama 90 menit (target scouting Timnas U20).
Liga 1 U18
Kelahiran 2002-2003.
Minimal ada 3 pemain 2004 wajib main selama 90 menit (target scouting Timnas U17).
Liga 1 U16
Kelahiran 2004-2005.
Minimal ada 3 pemain 2005 wajib main selama 90 menit (target scouting Timnas U19 2021).
4/ Melibatkan Pelatih Akademi di TC Timnas Junior
Untuk meningkatkan kualitas pelatih dan latihan di klub, PSSI bisa melibatkan pelatih Akademi pada setiap TC Timnas. Katakanlah saat TC Timnas, kompetisi diliburkan. Selain memanggil pemain, PSSI juga memanggil pelatih akademi 18 klub Liga 1 untuk mengikuti TC Timnas. Tujuannya agar pelatih akademi dapat belajar dari pola latihan di timnas dan memuluskan penyelarasan program latihan timnas dan akademi klub. Tanpa disadari, kegiatan TC Timnas sekaligus menjadi program kursus pelatih yang berkualitas.
5/ Mentoring Visit ke Akademi Klub
Pada saat TC Timnas selesai, pemain akan kembali ke klub untuk berkompetisi selama 3 pekan. Pada masa tersebut, pelatih timnas punya waktu untuk terjun langsung ke Akademi Klub untuk melakukan kunjungan dan mentoring. Seluruh pelatih timnas akan ditugaskan berkeliling ke 18 Akademi Klub Liga 1. Melalui mentoring ini, Pelatih Timnas dapat memberikan asistensi agar kualitas latihan di Akademi Klub setara dengan di Timnas. Pelatih Timnas juga berkesempatan untuk memonitor perkembangan seluruh pemain yang ada di Akademi Klub.
6/ Modifikasi LOTG
Inovasi terakhir adalah inovasi FIFA Laws of the Game, demi meningkatkan intesitas dan level of play kompetisi Elite Pro Academy. Caranya adalah dengan memperbolehkan pemain melakukan quick dribble untuk bola out dan free kick. Modifikasi peraturan permainan ini terbukti sukses diimplementasi di Belanda. Riset KNVB menyatakan bahwa real playing time naik secara signifikan. Ini tentu akan membantu tetap terjaganya intensitas permainan.
Modifikasi LOTG di Kompetisi Belanda
Inovasi lainnya bisa kita contoh dari Liga Usia Muda di Spanyol. Dimana pemain yang terkena kartu kuning diharuskan keluar lapangan selama 5 menit. Sehingga tim yang pemainnya kena kartu kuning harus main dengan lebih sedikit pemain. Sanksi keras pada kartu kuning ini terbukti menurunkan jumlah foul. Efeknya, semakin sedikit foul, berarti semakin jarang permainan terhenti. Lagi-lagi intensitas permainan akan meningkat.
Fondasi Kuat
Dengan meninggalkan kebijakan TC Jangka Panjang, serta mengimplementasi berbagai inovasi di atas, diyakini Timnas akan berprestasi optimal. Di saat yang bersamaan kualitas Akademi Klub, Kompetisi Elite Pro Academy, serta Kepelatihan akan meningkat tajam. PSSI bukan cuma berharap Timnas U20 berprestasi di Indonesia 2021, tetapi PSSI telah membangun fondasi rumah sepakbola yang kuat.
Inilah legacy yang dimaksud. Piala Dunia U20 Indonesia 2021 tidak menjadi tujuan akhir, melainkan ini hanyalah momentum awal. Ya, dengan fondasi akademi klub yang kuat, pasti akan tercipta Timnas yang kuat pula. Ini merupakan jaminan bahwa Sepakbola Indonesia akan menuju prestasi sepakbola yang lebih tinggi pasca Indonesia 2021. Mari bekerja keras membangun rumah sepakoola!! Bravo Indonesia!!
@ganeshaputera
Penulis adalah pegiat sepakbola usia muda. Pendiri www.kickoffindonesia.com. Salah satu penggagas Filosofi Sepakbola Indonesia (Filanesia) saat mampir bekerja 29 bulan di Departemen Teknik PSSI. Saat ini bekerja sebagai Wakil Direktur Pengembangan Sepakbola Persija Jakarta. Bercita-cita membawa klub Indonesia bermain di Piala Dunia Antar Klub.