top of page
K! EVENT
Recent Posts

[Founder's Diary] Naturalisasi dan Nasionalisme yang Semu

*PERINGATAN:

Tulisan ini akan sulit diterima oleh pembaca yang tidak meresapi teks dengan akal sehat.

Giovanni Van Bronchorst, pemain keturunan Indonesia yang tampil di Piala Dunia.

"Lebih bangga mana? Banyak pemain naturalisasi di timnas Indonesia? Atau banyak pemain keturunan Indonesia yang main di Piala Dunia, walau dengan timnas negara lain?"

Urusan naturalisasi di sepakbola itu bikin baper ribet gak karuan. Terkadang nasionalisme menjadi semu. Apakah kebangaan terhadap kebangsaan itu dilihat dari darah atau paspor? Kalau dari paspor, berarti saat Timnas Indonesia impor 11 pemain Brasil dan dinaturalisasi, kita akan bangga. Sebaliknya kalau dari darah, mestinya kita bangga dengan Van Bronchorst, Radja Nainggolan, Van Persie dan Emil Audero, walau tidak berpaspor Garuda.

Isu naturalisasi tiba-tiba hangat jelang Piala Dunia U20. Indonesia sebagai tuan rumah ingin mengoptimalkan prestasi saat menjadi tuan rumah. Caranya dengan menaturalisasi pemain asing. Rencana naturalisasi ini bukan hanya menyasar ke pemain keturunan Indonesia di Eropa, tapi juga pemain yang bahkan secara darah, tidak ada Indonesia-nya sama sekali.

Banyak yang bertanya sikap saya terhadap isu naturalisasi ini. Menyikapi isu naturalisasi ini, saya memiliki 3 sikap. Mengapa ada 3 sikap? Karena ada beberapa skenario naturalisasi yang perlu disikapi dengan berbeda pula. Adapun 3 sikap saya adalah sebagai berikut:

1/ SETUJU!

Saya setuju naturalisasi apabila pemain yang melakukan naturalisasi memiliki keturunan darah Indonesia. Mungkin dari ayah, ibu, kakek, nenek, dst. Selain itu, saya juga setuju pada naturalisasi apabila dilakukan oleh pemain yang memiliki pasangan WNI. Meski demikian, keduanya harus tetap menjalani prosedur hukum yang berlaku di Republik Indonesia.

2/ TIDAK SETUJU! Saya tidak setuju pada naturalisasi apabila alasannya hanya sepakbola. Artinya pemain ini hanya mengganti warga negara karena "dianggap" memiliki kemampuan sepakbola di atas orang Indonesia. Pemain ini sama sekali tidak memiliki keturunan darah Indonesia atau pasangan orang Indonesia. Apalagi kalau ditambah proses naturalisasinya pakai ketebelece dan pelicin yang mengelabui hukum.

3/ SANGAT SETUJU SEKALI! Saya sangat setuju sekali pada naturalisasi yang dilakukan pada pemain Indonesia oleh negara-negara sepakbola papan atas. Misal ada pesepakbola WNI yang dinaturalisasi oleh pemerintah dan federasi Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Brasil, Argentina atau minimal Inggris lah. Sebab ketika hal itu terjadi, artinya kualitas sepakbola Indonesia sudah jauh berada di atas negara Juara Dunia tersebut.

Bayangkan, misalnya Timnas Indonesia punya 3 kiper, yaitu Joko, Acong dan Sitorus. Si Joko main di Real Madrid, Acong main di Bayern Munchen dan Sitorus main di Liverpool. Nah Si Mamat, satu kiper Indonesia lainnya main di PSG, tapi gak pernah kepanggil Timnas. Kebetulan federasi Prancis FFF lagi gak punya kiper bagus. Langsung lah Si Mamat dinaturalisasi jadi WNP (Warga Negara Prancis). Ini keren! Saya sangat setuju sekali!

Target PSSI

Suatu organisasi besar yang visioner harus memiliki impian dan ambisi besar jauh ke depan. Itulah yang harus menjadi target PSSI di masa depan. PSSI harus punya target agar banyak pesepakbola WNI dinaturalisasi oleh negara-negara sepakbola maju. Jika negara sekelas Prancis, Jerman, Brasil dkk sampai harus menaturalisasi pesepakbola WNI, berarti kayak apa hebatnya kualitas sepakbola Indonesia? Caranya gimana? Lupakan jalan pintas! Bangun grassroot, naikkan angka partisipasi sepakbola. Emang sih Indonesia penduduknya 250 juta, tapi pemain bolanya sedikit, yang banyak tuh fans. Pembangunan angka partisipasi dibarengi dengan peningkatan infrastruktur lapangan latihan yang masif. Baru lakukanlah pembinaan akademi elit, sehingga tercipta klub kuat dan berujung pada timnas kuat.

Ganesha Putera Founder KickOff! Indonesia

*Per Senin, 3 Agustus 2020, KickOff! sajikan rubrik baru bertajuk "Founder's Diary". Namanya juga diary, maka ya harus terbit setiap hari. Ya, ini semacam rangsangan berkomitmen untuk menulis setiap hari. Sebuah kebiasaan baik di masa lampau yang kini mulai pudar. Dukung usaha pelestarian kebiasaan baik ini dengan membacanya setiap hari! Selamat menikmati!

bottom of page